Kapan 1 Ramadhan?
Menurut metode hishab
telah lama dipastikan jatuh pada hari Selasa, 9 Juli 2013 (untuk tahun 2014: Sabtu, 28 Juni 2014).
Menurut metode rukyat
harus melihat bulan pada malam sebelumnya, tetapi dengan hasil perhitungan
hishab menunjukkan bahwa bulan belum
bisa dilihat pada malam tersebut (walaupun hakikatnya sudah ijtimak), sehingga 1
Ramadhan jatuh pada hari Rabu, 10 Juli 2013 (untuk tahun 2014: Ahad, 29 Juni 2014).
Perkara ini termasuk perkara fiqh yang memang memberikan ruang
ijtihad yang berbeda. Namun, kuncinya dalam ijtihad adalah 1 pahala atau 2 pahala
(bukan pahala atau dosa, red) selama memiliki landasan dan kaidah yang dapat
diterima.
Amat prihatin kala kita membaca tulisan-tulisan da’wah maupun
lisan-lisan sebagian pihak yang mempermasalahkan hal ini sampai timbul cacian,
hinaan, pertentangan, maupun kata-kata dan tulisan yang menyakitkan kesatuan
umat muslim. Bahkan menimbulkan permusuhan dan merasa surga serasa miliknya
atau milik kelompoknya. Sungguh hal ini merupakan kepayahan umat akhir zaman.
Mereka yang dengan kuat menyalahkan yang lain lazim justru menunjukkan
kekurangfahamannya meskipun ia seorang yang berilmu. Mereka yang meyakini apa
yang diyakininya namun tidak menyalahkan yang lain karena masih dalam satu
kaidah, bahkan menghormatinya menunjukkan kefahamannya serta tingkat
keilmuannya, sebagaimana para ulama besar terdahulu yang sering kali berbeda
tapi enggan menonjolkan keangkuhan.
Sebelum itu, ada baiknya mari kita coba simak perbedaan
dasar/dalil sebagai “alat pengambilan hukum” masing-masing pendapat yang kami
ketahui:
METODE RUKYATUL HILAL:
1. Rukyat adalah melihat hilal (bulan sabit) ketika
matahari terbenam tanggal 29 bulan Qamariyah, Seandainya hilal berhasil dilihat,
maka sejak matahari terbenam tersebut sudah terhitung bulan baru, jika tidak
terlihat, maka malam itu dan keesokan harinya masih merupakan bulan yang sedang
berlanjut dalam arti bulan adalah 30 hari. Keberhasilan rukyatul hilal tergantung pada situasi cuaca, ketelitian mata si perukyat, akurasi teropong/teleskop. Namun
demikian, tidak selamanya hilal dapat terlihat. Jika selang waktu antara
ijtimak dengan terbenamnya matahari terlalu pendek.
2. Metode panafsiran
tekstual/letterlek (mengambil hukum apa adanya sesuai bunyi lafal dari nash/dalil):
Al
Baqarah; 2:185. … “faman syahida
minkumussyahra falyashumhu” (Karena itu, barang siapa di antara kamu melihat
bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu)
Dan hadits shahih yang intinya berpuasalah
kamu karena melihat hilal dan berbukalah kamu karena melihat hilal. Jika terhalang
maka genapkanlah (istikmal).
Rasulullah
saw. bersabda: “Apabila engkau melihat
hilal (awal bulan Ramadan), maka hendaklah engkau memulai puasa. Apabila engkau
melihat hilal (awal bulan Syawal), maka hendaklah engkau berhenti puasa. Dan
apabila tertutup awan, maka hendaklah engkau berpuasa selama 30 hari.” (H.R.
Muslim - shahih)
METODE HISHAB:
1. Istilah hishab bersumber dari bahasa Arab yang
berarti perhitungan. Sedangkan dalam Ilmu Falak, hishab itu ialah perhitungan pergeseran benda-benda langit untuk
mengetahui kedudukan pada suatu saat yang diinginkan.
2. Dengan metode
ini mereka juga berpendapat memungkinkan untuk menyatukan umat Islam.
3. Metode panafsiran
kontekstual (mengambil hukum berdasarkan maksud yang terkandung dari nash/dalil yang dihubungkan dengan dalil/nash yang lain)
4. Nabi
Muhammad Saw bersabda, “Sesungguhnya kami
ini segolongan umat yang ummi, kami tidak pandai menulis dan tidak bisa
menghitung, sebulan itu ada yang begini dan begini (nabi berisyarat dengan menggunakan tangannya)”, yaitu
kadang-kadang 29 hari dan kadang-kadang 30 hari.” (HR. Bukhari, Muslim dan
lain-lain). Hadits tersebut memberi isyarat bahwa rukyatul hilal adalah cara
yang mungkin pada masa Nabi, sedangkan ilmu hishab
belum dikenal seiring dengan kemajuan zaman.
5. Bersumber pada
banyak ayat yang dihubungkan:
Al Baqarah; 2:185. … “faman syahida minkumussyahra falyashumhu” (sebagaimana
seperti terjemah pada banyak Al-Quran terjemah yang artinya “Karena itu, barang
siapa di antara kamu hadir/membuktikan di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa
pada bulan itu”)
*Karena ayat tersebut jelas menyatakan
syahr, bukan qomar maupun hilal. Karena syahr adalah bermakna bulan bagian dari
tahun, bukan bulan benda yang ada di langit (qomar).
Dengan demikian , dasar utama Al-Quran
belum menyatakan hilal. Adapun melihat hilal baru muncul di hadits, sementara
hadits merupakan salah satu penjelas Al-Quran. Adapun penjelas Al-Quran dengan
Al-Quran memiliki kedudukan yang lebih kuat. Misalnya pada ayat-ayat berikut:
Al-An’aam
6:96.
Dia menyingsingkan pagi dan menjadikan malam untuk beristirahat, dan
(menjadikan) matahari dan bulan
untuk PERHITUNGAN. Itulah ketentuan Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha
Mengetahui.”
Yunus
10:5.
Dia-lah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkan-Nya manzilah-manzilah
(tempat-tempat) bagi perjalanan bulan
itu, SUPAYA KAMU MENGETAHUI BILANGAN TAHUN DAN PERHITUNGAN (WAKTU). Allah tidak
menciptakan yang demikian itu melainkan dengan hak. Dia menjelaskan tanda-tanda
(kebesaran-Nya) kepada orang-orang yang mengetahui.
Al-Isra’
17:12. Dan Kami jadikan malam dan siang sebagai dua tanda, lalu
Kami hapuskan tanda malam dan Kami jadikan tanda siang itu terang, agar kamu
mencari karunia dari Tuhanmu, dan SUPAYA KAMU MENGETAHUI BILANGAN TAHUN-TAHUN
DAN PERHITUNGAN. Dan segala
sesuatu telah Kami terangkan dengan jelas.
Yasin
36:38. dan matahari
berjalan di tempat PEREDARANNYA. Demikianlah ketetapan Yang Maha Perkasa lagi
Maha Mengetahui.
36:39. Dan telah Kami tetapkan bagi bulan MANZILAH-MANZILAH, sehingga (setelah dia sampai ke manzilah
yang terakhir) kembalilah dia sebagai bentuk tandan yang tua.
36:40. Tidaklah mungkin bagi matahari mendapatkan bulan dan malam pun tidak dapat
mendahului siang. Dan masing-masing beredar pada garis edarnya.
Ar-Rahmaan
55:5.
Matahari dan bulan (beredar)
menurut PERHITUNGAN.
55:17.
Tuhan yang memelihara kedua tempat terbit matahari dan Tuhan yang memelihara kedua tempat terbenamnya.
Ar-Ra’du
13:2. Allah-lah Yang meninggikan langit tanpa tiang (sebagaimana)
yang kamu lihat, kemudian Dia bersemayam di atas Arasy, dan menundukkan
matahari dan bulan. MASING-MASING
BEREDAR HINGGA WAKTU YANG DITENTUKAN. Allah mengatur urusan (makhluk-Nya),
menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya), supaya kamu meyakini pertemuan (mu)
dengan Tuhanmu.
Ibrahim
14:33.
Dan Dia telah menundukkan (pula) bagimu matahari dan bulan yang TERUS MENERUS BEREDAR (DALAM ORBITNYA); dan telah
menundukkan bagimu malam dan siang.
Ayat lainnya: Al-A’raf 54,
An-Nahl 12, Al-Anbiya 33, Luqman 29, Fathir 13, Az-Zumar 5, Al-Ma’arij 40
Banyak ayat di atas mengandung makna bahwa ruh/makna dasar pada Al-Quran
adalah posisi bulan dan matahari sebagai dasar penentuan waktu.
------------------------------------------
Pada kenyataannya, jika kita
mempelajari lebih jauh, metode rukyat
memiliki beberapa metode yang hasilnya akan berbeda, begitu juga metode hishab memiliki beberapa metode
perhitungan yang hasilnya pun akan berbeda. Juga, metode gabungan rukyat dan hishab pun memiliki kriteria yang berbeda. Adapun positifnya adalah,
baik metode rukyat maupun hishab, keduanya terus membaik dalam
tingkat akurasinya.
Akhirnya, kita ketahui bahwa metode rukyat merupakan pendekatan
tekstual/bunyi dalil apa adanya, sedangkan metode hishab merupakan pendekatan kontekstual/makna isi yang terkandung.
Kedua pendapat ini kuat. Tidak bisa kita katakan salah satu pendapat lemah.
Masing-masing memiliki argumen yang kuat. Masing-masing dipegang oleh para
ulama besar. Artinya, kita bisa memilih pendapat mana yang lebih kita yakini,
tanpa melemahkan apalagi membuat perpecahan. Karena puasa adalah ibadah
maghdhah sehingga kita harus berusaha mengembalikannya kepada Allah dan
Rasulnya melalui pemahaman yang lebih kita yakini kebenarannya.
An-NIsaa’
4:59.
Hai orang-orang yang beriman, taatilah
Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. KEMUDIAN
JIKA KAMU BERLAINAN PENDAPAT TENTANG SESUATU, maka kembalikanlah ia kepada
Allah (Al Qur'an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada
Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik
akibatnya.
*Pengertian ulil amri; amr=permasalahan/perkara, sehingga ulil amri adalah orang yang memegang kekuasaan dalam suatu masalah.
Jadi, ulil amri tidak sebatas para
ulama dan pemimpin negara, red. Ulil amri
yang harus kita ikuti ada banyak, maksudnya dari pemimpin-pemimpin tingkat
masyarakat sampai dengan tingkat Negara, dari pemimpin formal maupun non
formal.
**Adapun apabila terjadi perbedaan
pendapat, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Qur'an) dan Rasul (sunnahnya).
Yang perlu kita pahami adalah, perkara
fiqh adalah perkara fleksibel, bukan mutlak. Ijtihad jika benar mendapat dua
pahala, jika salah tetap mendapat pahala. Tidak ada dosa.
Telah jelas perbedaan metodologi hishab maupun rukyah --secara aplikatif-- merupakan persoalan
furu’iyyat (hukum cabang) yang memang tidak dapat dihindari. Adapun
keduanya tetap berpegangan sama bahwa hukum puasa adalah fardhu dan keduanya
pun menjalankannya. Dan keduanya pun masih berpedoman bahwa menentukan waktu
berdasarkan bulan, yang satu dengan melihat, yang satu dengan menghitung/menentukan
posisi bulan. Keduanya memiliki semangat/ruh yang sama, sama-sama
memperhitungkan bulan (syahr) berdasarkan pergerakan bulan (qomar), dan ini
dibenarkan, hanya cara mengetahui posisi qomar nya saja yang berbeda (maka jelas
pula metode lain di luar hishab dan rukyat yang tidak mempertimbangkan bulan
tidak dapat diterima). Oleh karena itu, keduanya masih dalam satu koridor yang
dapat diterima. Maka, satu kesimpulan akhir adalah “Jaga kesatuan dan
persaudaraan sesama umat Islam, jangan mudah terpecah belah oleh permasalahan
cabang, dan apakah kita harus menunggu Imam Mahdi baru umat Islam bisa
bersatu?”
Satu hal renungan terakhir yang perlu kita ketahui,
Bagi yang menganut metode hishab
janganlah kalian menyalahkan metode rukyat,
karena memang bunyi dalilnya seperti itu. Dan Nabi Muhammad saw. jelas-jelas
dalam hadits shahihnya untuk melihat hilal.
Adapun bagi yang menganut metode rukyat janganlah kalian menyalahkan metode hishab, karena bagaimana mungkin Anda yang selalu menjalankan
shalat lima waktu, membuat kalender, mengakhiri sahur, bahkan mulai berbuka adalah
dengan hasil perhitungan metode hishab,
bukan dengan melihat matahari untuk sholat/berbuka.
Adapun yakinilah apa yang menurut Saudara yakini, pilih sesuai keyakinan masing-masing, ikuti ulil amri yang diikuti, tak perlu ada
salah-menyalahkan, dan tetaplah memprioritaskan perintah Allah untuk tetap menjaga
persatuan Islam.
Ali-‘Imraan
3:103. Dan berpeganglah kamu
semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai.
Wallahua’lam.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.