“Jika Anda sehat maka bersyukurlah…
dan jika Anda sakit maka bersyukurlah… karena Anda tidak sakit parah,
jika Anda sakit parah maka tetap bersyukurlah… karena sakit itu hanya sebentar,
jika Anda sakit parah cukup lama maka tetap bersyukurlah… karena Anda masih memiliki biaya untuk berobat,
jika itu tidak Anda miliki maka tetap bersyukurlah… karena Anda masih memiliki teman-teman yang selalu menyemangati,
jika itupun tidak Anda miliki maka tetap bersyukurlah… karena Anda masih memiliki orang tua yang selalu menjaga dan merawat Anda, serta menemani siang malam,
jikalau orang tua Anda sudah pergi meninggalkan Anda di dunia ini maka tetap bersyukurlah… karena Anda masih memiliki ilmu untuk terus hidup,
dan jika itupun tidak Anda miliki dan ‘semua’ keadaan tersebut terjadi pada Anda maka tetap bersyukurlah… karena Anda masih memiliki iman dan islam, sebenar-benar nikmat terbesar yang tiada tandingnya dari segala jenis nikmat/karunia bagi orang yang memahami”
Penjelasan:
Ramai diantara umat muslim yang senantiasa mensyukuri nikmat iman dan islamnya namun tanpa tahu makna, arti, dan esensinya ‘secara mendalam’.
Kita jauh dan sangat jauh lebih beruntung dari orang non muslim. Urutan tingkatan orang yang paling sepatutnya kita merasa begitu kasihan adalah:
- Orang kafir yang baik hati (suka menolong, atau teman baik kita) lagi miskin;
- Orang kafir yang baik hati yang kaya;
- Orang kafir yang kejam (termasuk melawan/memerangi Islam) yang miskin;
- Orang kafir yang kejam (termasuk melawan/memerangi Islam) yang kaya;
*3-4: Meski secara zahir membencinya (karena iman kita memang harus membencinya), tapi yang dimaksud di sini adalah sangat kasihan bagaimana kehidupannya setelah mati??
- Kemudian yang ke-5 barulah orang muslim yang miskin (hidupnya susah/menderita)
Mengapa 4 urutan pertama yang patut kita merasa sangat kasihan (dan karenanya kita sepantasnya bersyukur atas keadaan yang ada pada diri kita) adalah orang kafir? MESKIPUN mereka adalah para penentang/penghina Islam sekalipun?
Mari kita fahami uraian berikut ini:
1. Orang kafir ketika telah sampai pada Hari Pembalasan, mempunyai keinginan/khayalan-khayalan sebagai berikut:
- ... dan orang kafir berkata:"Alangkah baiknya sekiranya dahulu adalah TANAH" (An Naba' 39-40)
Misal, kalau di dunia dulu tikus diburu dan dimakan kucing, saat ini Allah memerintahkan kepada tikus agar memakan kucing. Kalau dulu burung elang memakan ular, maka sekarang Allah memerintah ular agar memakan elang. Ini namanya hukum qishash. Setelah hewan-hewan membalas dendam atas perilaku di sunia satu sama lain, kemudian Allah Ta'ala berfirman:
"Jadilah kamu sekali tanah!"
Mereka pun langsung menjadi tanah tak berisiko. Pada saat itu orang-orang kafir melihat hukum qishash antarbinatang begitu mudah dan langsung menjadi tanah, lalu iri ingin menjadi tanah saja. Andai jadi binatang, urusannya sudah habis menjadi tanah.
(tulisan terkait: “SEMUA MAKHLUK AKAN DIBALAS”)
b. Hingga apabila datang kematian kepada seseorang dari mereka, dia berkata: "Ya Tuhanku KEMBALIKANLAH aku (ke dunia)*. Agar aku BERBUAT AMAL YANG SHALEH terhadap yang telah aku tinggalkan. SEKALI-KALI TIDAK! ... [Al Mu'minuun 99-100, lihat juga As-Sajadah: 12]
* Maksudnya: orang-orang kafir di waktu menghadapi sakratul maut, minta supaya diperpanjang umur mereka, agar mereka dapat beriman!
- Supaya jangan ada orang yang mengatakan: "AMAT BESAR PENYESALANKU atas kelalaianku dalam (menunaikan kewajiban) terhadap Allah, sedang aku sesungguhnya termasuk orang-orang yang memperolok-olokkan (agama Allah) [Az-Zumar: 56]
- Atau supaya jangan ada yang berkata: 'Kalau sekiranya Allah memberi petunjuk kepadaku tentulah Aku termasuk orang-orang yang BERTAKWA'. (Az-Zumar: 57)
- Atau supaya jangan ada yang berkata ketika ia melihat azab 'Kalau sekiranya Aku dapat kembali (ke dunia), niscaya Aku akan termasuk orang-orang BERBUAT BAIK'. (Az-Zumar: 58)
- Maka sekiranya kita dapat kembali sekali lagi (ke dunia) niscaya kami menjadi orang-orang yang BERIMAN. (Asy-Syu’araa’: 102)
2. Khayalan itu tidak akan terwujud, “mereka KEKAL di dalamnya SELAMA-LAMANYA; mereka tidak memperoleh seorang pelindung pun dan tidak (pula) seorang penolong.” (Al-Ahzab: 65)
[tulisan terkait: “TAK KAN TERBAYANG LAMANYA WAKTU AKHIRAT”]
Padahal siksa akhirat yang kekal selama-lamanya itu digambarkan seperti dalam tulisan-tulisan ini:
a. “SATU CELUPAN SAJA”
b. “SEHARUSNYA KITA MENANGIS SAAT INI JUGA”
c. “SIKSA NERAKA PALING RINGAN YANG MEMAYAHKAN DAN MEMBUAT GILA”
d. “PASTI TERBAKAR APA YANG ADA DI TIMUR & BARAT, HANCUR LULUH SEMUA YANG ADA DI GALAKSI; HANYA DG 1 TITIK API”
e. “SANGAT KERAS SIKSANYA”
3. Poin 1 (a-f) dan poin 2 (a-e) di atas lah yang sekiranya karenanya ada sebuah kisah dalam 1001 Kisah Teladan (“Jibril, Kerbau, Kelelawar, dan Cacing”) intinya seperti ini:
Malaikat Jibril datang menemui salah satu makhluk-Nya yaitu kerbau apakah dia senang telah diciptakan sebagai kerbau. Ditanyai saat berendam di sungai, ia menjawab: “Masya Allah, Alhamdulillah, aku bersyukur kepada Allah SWT yang telah menjadikan aku sebagai seekor kerbau, daripada aku dijadikannya sebagai seekor kelelawar yang mandi dengan kencingnya sendiri”. Lalu ditemui pula kelelawar yang sedang bergelantungan di gua, ia menjawab: “Masya Allah, Alhamdulillah, aku bersyukur kepada Allah SWT yang telah menjadikan aku sebagai seekor kelelawar, daripada aku dijadikannya sebagai seekor cacing, tubuhnya kecil, tinggal di dalam tanah, berjalannya saja menggunakan perutnya”. Lalu ditemui pula cacing yang sedang merayap di tanah, ia menjawab: “Masya Allah, Alhamdulillah, aku bersyukur kepada Allah SWT yang telah menjadikan aku sebagai seekor kerbau, daripada dijadikannya aku sebagai seorang MANUSIA!”.
Sepatutnya kita tersentak dan bersedih dengan keadaan kita. Manusia karena perbuatannya dapat lebih hina dari seekor cacing! juga karena perbuatannya ia akan disiksa dalam waktu yang ditetapkan, kekal selama-lamanya bagi orang kafir.
Kita perlu merenungi kehidupan... bahwa tiap makhluk ciptaan-Nya pun bersyukur dengan keadaan yang ada pada diri mereka dan semua dari mereka juga pohon-pohon, binatang melata, batu, gunung, planet, maupun bintang-bintang bertasbih pun bersujud (Al-Hajj: 18) kepada-Nya, sungguh kebanyakan manusia memang keterlaluan dan sedikit bersyukur (Al-Hajj: 66, At-Taubah: 75-78, An-Naml: 73, dll).
“Langit yang tujuh, bumi dan semua yang ada di dalamnya bertasbih kepada Allah. Dan tak ada suatupun melainkan bertasbih dengan memuji-Nya, tetapi kamu sekalian tidak mengerti tasbih mereka. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penyantun lagi Maha Pengampun.” (Al-Israa’: 44)
4. Poin 4, poin yang paling utama:
“Barang siapa yang DISESATKAN-NYA, maka kamu tak akan mendapatkan seorang pun yang dapat memberi petunjuk kepadanya ATAU maka tidaklah ada baginya sesuatu jalan pun (untuk mendapat petunjuk) ATAU maka sekali-kali kamu tidak akan mendapat penolong-penolong bagi mereka selain dari Dia.” Ayat dengan makna seperti ini banyak sekali tertuang dalam Al-Quran. Juga ayat dengan makna seperti ini:
“Dia MENGAMPUNI siapa yang Dia kehendaki dan Dia MENYIKSA siapa yang Dia kehendaki ATAU Allah MENYESATKAN siapa yang dikehendaki-Nya dan MEMBERI PETUNJUK (‘maupun hikmah dan kepahaman’) kepada siapa yang dikehendaki-Nya.”
“... orang yang hatinya telah KAMI LALAIKAN dari mengingati Kami” (Al-Kahfi: 28)
“Mereka itulah orang-orang yang DIKUNCI MATI hati mereka oleh Allah.” (Muhammad: 16) “Mereka itulah orang-orang yang dikutuk Allah; lalu DIBUAT TULI (pendengarannya) dan DIBUTAKAN penglihatannya.” (Muhammad: 23)
“Allah telah MENGUNCI-MATI hati dan pendengaran mereka, dan penglihatan mereka DITUTUP. Dan bagi mereka siksa yang amat berat.” (Al-Baqarah: 7)
“Sesungguhnya Kami telah meletakkan TUTUPAN di atas hati mereka, (sehingga mereka tidak) memahaminya, dan (Kami letakkan pula) SUMBATAN di telinga mereka; dan kendati pun kamu menyeru mereka kepada petunjuk, niscaya mereka tidak akan mendapat petunjuk SELAMA-LAMANYA” (Al-Kahfi:57)
Nabi Muhammad pun sama sekali tidak dapat memberi petunjuk. Iblis pun tidak dapat menyesatkan seorang pun. Tetapi ia hanyalah sebagai penunjuk arah/jalan. Dan semuanya atas kehendak Allah dengan lantaran sesuatu itu. Namun perhatikan pula ayat di bawah ini:
"Yang demikian itu adalah disebabkan perbuatan yang dikerjakan oleh kedua TANGAN KAMU DAHULU dan sesungguhnya Allah sekali-kali tidak menzalimi hamba-hamba-Nya.” (Al-Hajj: 10)
Contoh: Azar (AYAH Nabi Ibrahim), ANAK (Kan’an) dan ISTRI Nabi Nuh, ISTRI Nabi Luth, pun PAMAN Nabi Muhammad saw. semuanya di bawah pengawasan orang shalih selevel Nabi pun tak dapat memberi petunjuk dan tiada dapat membantu mereka sedikit pun dari siksa Allah.
Pada 15 juz pertama Al-Quran (sampai Surah 18 Al-Kahfi), banyak sekali dijelaskan tentang ini agar kita dapat memahaminya. Bahwa mereka kafir/sesat karena disesatkan Allah. Bahwa mereka tidak mau mendengar nasihat, mereka menentang, memusuhi, menghina, dan memerangi Islam karena telah disesatkan Allah. Bahwa Allah telah mengunci hati mereka dan menyumbat telinga mereka dan kemudian akan menyiksa mereka. Semua berlaku atas kehendak Allah karena “sesungguhnya Allah berbuat apa saja yang Dia kehendaki” (Al-Hajj: 18). Dan bahwa kita beriman/Islam pun karena diberi petunjuk oleh Allah. Allah menyesatkan siapa yang Dia kehendaki dan memberi petunjuk siapa yang Dia kehendaki. Begitulah, karena sungguh dunia ini adalah “permainan, dengan hubungan kausalitas yang sempurna”. Maha Suci Allah, Pemilik ‘hubungan kausalitas dan kompleksitas paling sempurna’.
Kita beruntung dan sangat luar biasa beruntung karena kita terpilih menjadi orang beriman yang diberi petunjuk itu (bersama dengan orang tua kita pun lingkungan kita, red). “Sungguh beruntung orang-orang yang beriman” (Al-Mu’minuun: 1). Dengannya kita bisa selamat dari siksa kekal yang selama-lamanya itu. Dan semoga dengan kita bersyukur*, kita bisa benar-benar mendapatkan rahmat dan ampunan-Nya, terbebas dari siksa akhirat, dan menggapai surga-Nya.
*Makna syukur ibaratnya seperti mengucap ‘terima kasih’ kepada seorang pemberi. Apabila perilaku penerima menyakiti si pemberi, artinya ucapan terima kasihnya hanya omong kosong. Seperti halnya iman, syukur tanpa diikuti ‘perbuatan’ yang semestinya tidak akan berarti apa-apa.
Sungguh pada akhirnya kita semua insyaAllah pasti masuk surga, maka bersyukurlah sedalam-dalamnya atas ketetapan Allah yang berlaku pada setiap kita, makna syukur yang dalam dan tulus....
Meskipun begitu, kita tidak bisa merasa aman dan terlepas dari rasa takut dan harap. Karena kita pun tetap harus berhati-hati dengan prinsip dasar siksa akhirat, yaitu: “SATU CELUPAN SAJA”. Namun, paling tidak kita telah memiliki perbekalan yang agung dan kita patut mensyukurinya, syukur yang tiada terputus.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar