PERTAMA,
Pembagian tauhid merupakan hasil ijtihad
para ulama, dan pembagian yang sudah sangat lazim adalah tauhid rububiyah,
tauhid uluhiyah, dan tauhid asma wa shifat. Sehubungan dengan semakin kompleksnya
zaman dan fiqh yang terus berkembang, ulama-ulama kontemporer mulai menyoroti
adanya tauhid keempat yang disebut degan tauhid hakimiyah, yang sebenarnya ini
merupakan “bagian” dari tauhid uluhiyah. Namun, kaum muslimin muslimat seakan
telah melalaikan betapa urgennya tauhid hakimiyah ini bahkan semakin maraknya
sekularisme sehingga pembagian tauhid kini menjadi empat jenis:
1.
Tauhid rububiyah; menjelaskan
bahwa dunia dari tingkat quark-atom-molekul sampai dengan tingkat
galaksi-cluster-supercluster-supercluster complex-universe (alam semesta) terjadi
tidak mungkin secara kebetulan, namun ada yang menciptakan, mengatur, dan
memelihara alam semesta.
2.
Tauhid uluhiyah; memastikan
bahwa Allah adalah Tuhan yang menciptakan alam semesta dan penghuninya tersebut
baik dari jin dan manusia, dan hanya kepada Allah manusia semestinya menyembah,
beribadah, dan mengabdi sebagai seorang hamba.
3.
Tauhid asma wa shifat; mengenal
Allah melalui nama-nama dan sifat-sifat Allah yang agung dan sempurna.
4.
Tauhid hakimiyah; mempercayai
bahwa Allah adalah satu-satunya pemberi hukum, untuk mengatur dengan syariah
(hukum Allah).
*Tawheed Al-Hakimiyyah: to believe that Allah is the only Law-Giver,
to rule by the shariah (Allah’s Law).
*”Dia tidak mengambil seorang pun menjadi sekutu-Nya dalam
menetapkan keputusan/hukum."(Al-Kahfi: 26), “Maka patutkah aku mencari hakim selain daripada Allah?” (Al-An’aam:
114)
*Istilah tauhid hakimiyyah
datang dari ulama kontemporer, bukan dari Nabi, namun kami tegaskan bahwa
ketiga tauhid lainnya juga bukan dari Nabi, semuanya merupakan ijtihad ulama.
Sungguh sangat disayangkan pemahaman bagi kelompok yang berpemahaman sempit
yang menolak jenis tauhid ini, padahal ada banyak ayat Al-Quran yang secara
nyata menjelaskan ini. Istilah maupun pembagian tidaklah begitu penting, yang
penting adalah maksud dari apa yang disampaikan bersandarkan pada dalil yang
jelas.
“Keputusan
itu hanyalah kepunyaan Allah.” (Yusuf: 40)
“Sesungguhnya
Allah menetapkan hukum-hukum menurut yang dikehendaki-Nya.” (Al-Maaidah: 1)
“Dan
Allah menetapkan hukum (menurut kehendak-Nya),”
(Ar-Ra’du: 41)
“Tentang
sesuatu apa pun kamu berselisih maka putusannya (terserah) kepada Allah.” (Asy-Syuura: 10)
“Dan
hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang diturunkan
Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka. Dan berhati-hatilah kamu
terhadap mereka, supaya mereka tidak memalingkan kamu dari sebahagian apa yang
telah diturunkan Allah kepadamu. Jika mereka berpaling (dari hukum yang telah
diturunkan Allah), maka ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah menghendaki akan
menimpakan musibah kepada mereka disebabkan sebahagian dosa-dosa mereka. Dan
sesungguhnya kebanyakan manusia adalah orang-orang yang fasik.” (Al-Maaidah: 49)
“Apakah
hukum Jahiliah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik
daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?”
(Al-Maaidah: 50)
“Apakah
kamu beriman kepada sebahagian
Al Kitab dan ingkar terhadap sebahagian yang lain? Tiadalah balasan bagi orang
yang berbuat demikian dari padamu, melainkan kenistaan dalam kehidupan dunia,
dan pada hari kiamat mereka dikembalikan kepada siksa yang sangat berat. Allah
tidak lengah dari apa yang kamu perbuat.” (Al-Baqarah:
85)
“Maka
karena itu serulah (mereka kepada agama itu) dan tetaplah sebagaimana
diperintahkan kepadamu dan janganlah mengikuti hawa nafsu mereka dan
katakanlah: "Aku beriman kepada semua
Kitab yang diturunkan Allah dan aku diperintahkan supaya berlaku adil di antara
kamu.” (Asy-Syuura: 15)
“Dan
janganlah kamu menukar ayat-ayat-Ku dengan harga yang sedikit. Barang siapa
yang tidak memutuskan menurut apa yang
diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir.” (Al-Maaidah: 44)
Renungan:
Di negara Amerika Serikat, anggota
parlemen/legislatif disebut sebagai “Law Maker” (pembuat hukum), sementara di
Indonesia anggota legislatif diplesetkan menjadi perwakilan rakyat, padahal
sama saja mereka juga berwenang menetapkan/merumuskan hukum, namun sayangnya untuk
hukum-hukum yang bersifat non administratif, mereka mengabaikan hukum yang
telah ditetapkan oleh Sang Pencipta Alam Semesta, entah pemimpin itu muslim,
terlebih lagi kafir.
Sungguh ancaman Allah sangat keras bagi “yahkum”, yaitu setiap mereka yang
memiliki kewenangan memutuskan hukum namun bertentangan dengan hukum Allah,
bahkan mengagung-agungkan hukum yang diadopsi dari Barat. Ya, MESKIPUN mereka
mengaku beriman dan mendirikan shalat, apakah mereka beriman kepada sebagian
ayat lalu mengingkari sebagain ayat yang lain?
“Apakah
kamu tidak memperhatikan orang-orang yang MENGAKU DIRINYA TELAH BERIMAN kepada
apa yang diturunkan kepadamu dan kepada apa yang diturunkan sebelum kamu?
Mereka hendak berhakim kepada
thaghut, padahal mereka telah diperintah mengingkari thaghut itu. Dan syaitan
bermaksud menyesatkan mereka (dengan) penyesatan yang sejauh-jauhnya.” (An-Nisaa: 60)
Dan lihatlah sampai dengan detik ini, bagi
setiap partai yang mengatasnamakan nasionalisme maupun partai yang
mengatasnamakan partai syariah, bahkan tak satupun sampai saat ini lahir konsep
proposal tentang penegakan hukum Allah, sementara bagi mereka musuh-musuh Islam
bahkan terus berupaya keras merasuki hukum-hukum Indonesia dengan hukum-hukum
thaghut, dari sekularisme, materialisme, legalisasi riba, pluralisme, liberalisme,
kesetaraan gender, dsb. Kami tak pernah mendengar hukum-hukum Allah, bahkan
hukum-hukum yang langsung diturunkan dari langit seperti hukum qishash, rajam,
potong tangan, potong anggota tubuh silang, yang mereka perjuangkan??? Mana
bukti partai yang mengatasnamakan syariah? Bukankah sudah sangat keras ancaman
Allah tentang itu.
“Dan
janganlah kamu menukar ayat-ayat-Ku dengan harga yang sedikit. Barang siapa
yang tidak memutuskan menurut apa yang
diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir.” (Al-Maaidah: 44)
KEDUA,
“Janganlah
kamu meminta jabatan/kekuasaan, sebab jika engkau diberi jabatan/kekuasaan
karena meminta, kamu akan ditelantarkan (Allah), dan jika kamu diberi jabatan
dengan tidak meminta, maka kamu akan ditolong (Allah).” (H.R. Bukhari – shahih, dan hadits dengan makna seperti ini cukup
banyak diriwayatkan oleh para perawi hadits)
“Kami
tidak mengangkat orang yang berambisi terhadap kedudukan.” (H.R. Abu Dawud – shahih)
Dan ketika ada orang yang meminta kekuasaan
kepada Nabi, Nabi menjawab“Kami tidak
menyerahkan kepemimpinan ini kepada orang yang memintanya dan tidak pula kepada
orang yang berambisi untuk mendapatkannya.” (H.R. Bukhari - shahih}
“Kalian
akan berambisi untuk mendapatkan jabatan/kekuasaan, padahal ia akan menjadi
penyesalan dan kerugian pada hari kiamat.” (H.R. Bukhari,
Nasa’I - shahih)
“…
Dan nanti pada hari kiamat, ia akan menjadi kehinaan dan penyesalan KECUALI orang
yang mengambil dengan haknya dan menunaikan apa yang seharusnya ia tunaikan
dalam kepemimpianan tersebut." (H.R. Muslim -
shahih)
“Tidaklah
dua ekor serigala yang lapar dilepas di tengah gerombolan kambing lebih merusak
daripada merusaknya seseorang terhadap agamanya disebabkan ambisinya untuk
mendapatkan harta dan kedudukan yang tinggi.” (H.R.
Tirmidzi – shahih)
Renungan:
Memang terdapat pula pendapat bahwa meminta
jabatan/kekuasaan dibolehkan, dengan berbagai syarat yang sekarang ini agaknya
amat sulit ditemui: kompeten/ahli, adil, kuat, berjiwa pemimpin dan tidak akan
terpengaruh oleh tekanan dari luar, wara’, zuhud, berusaha menegakkan yang haqq, dan mengutamakan kepentingan
umat, dengan berusaha meneladani kepemimpinan Umar Bin Khaththab atau para
sahabat yang mulia.
Ya, namun sistem demokrasi yang diciptakan
oleh negara-negara Barat bukanlah jalan Nabi, sistem yang saat ini telah
memiliki tiga: Pertama, sistem yang dirancang untuk berambisius kepada
kedudukan, jabatan, dan kekuasaan. Kedua, menyamakan suara seorang pendusta
dengan seorang yang memegang kebenaran, menyamakan suara seorang pemabuk dengan
seorang alim ulama, seorang pencari kemewahan dengan seorang pencari keadilan.
Ketiga, sistem yang dirancang untuk memunculkan kesombongan dan merasa besar, serta banyak ditempel di jalan-jalan dengan spanduk/foto
yang besar. Bahkan dapat lebih dari itu dengan menggunakan cara-cara kotor. Seandainya, demokrasi dapat meniadakan tiga hal tersebut dan sistem
seleksi calon pemimpin yang ketat berdasarkan keilmuan dan keadilan, demokrasi
bisa saja menjadi cara yang baik dalam memilih pemimpin.
Namun sayangnya, sekali lagi itu bukanlah
jalan Nabi, dan itulah mengapa pada saat yang ditetapkan sesuai ketentuan
Allah, Muhammad bin ‘Abdulllah (Imam Mahdi) diangkat menjadi pemimpin umat
Islam dengan paksa, dibaiat secara paksa di Makkah, dan ketika itu juga Imam
Mahdi menangis menolak bahwa bukan dia Imam Mahdi itu, namun pada hari
berikutnya, dengan kuasa dan pertolongan Allah ia telah siap menjadi pemimpin
umat Islam yang adil dan akan mengakhiri masa kelam sejarah kehidupan umat
Islam untuk dimenangkan-Nya atas semua agama dan bersama Nabi Isa as memerangi
Al Masih Ad-Dajjal.
“Dia-lah
yang mengutus Rasul-Nya dengan membawa petunjuk dan agama yang hak agar
dimenangkan-Nya terhadap semua agama.
Dan cukuplah Allah sebagai saksi.” (Al-Fath: 28)
Kiranya cukuplah dua hal tadi menjadi
renungan keselamatan dunia akhirat bagi para (calon) pemimpin/legislatif.
Semoga tulisan ini bermanfaat baginya. Aamiin.
Aspek lebih jauh yang masih sangat
berkaitan, sedikit diuraikan dalam tulisan berikut:
KETIGA,
“Sistem fitnah Dajjal”
Ya, Ad-Dajjal memang masih terbelenggu dan
tersembunyi di suatu daerah di bumi ini sejak ribuan tahun yang lalu dan memang
satu-satunya yang memiliki umur terpanjang dan merupakan manusia yang diberikan
Allah kekuatan hingga manusia nanti akan menuhankannya. Seperti halnya Ya’juj
dan Ma’juj, bahwa ia akan keluar pada masa waktu yang telah ditetapkan oleh
Sang Pencipta.
Setiap Nabi memperingatkan dengan keras
tentang dahsyatnya fitnah (kekacauan/kemunkaran) yang ditimbulkan oleh
Ad-Dajjal. Dan Nabi Muhammad saw adalah Nabi terakhir, maka pasti Ad-Dajjal
akan keluar pada masa umat Nabi Muhammad saw, umat dimana kita hidup sekarang
ini! Ya, sekali lagi Ad-Dajjal adalah PUNCAK FITNAH, adapun sekarang ini dunia
telah dirancang dengan sistem Dajjal yang terbentuk atas berbagai fitnah untuk
memunculkan berbagai tingkat kemaksiatan-kemunkaran seperti sebuah piramida
dimana piramida tersebut nantinya akan dipimpin oleh Ad-Dajjal. Ad-Dajjal hanya
akan keluar jika sistem dunia ini telah siap menyambutnya sebagai puncak
fitnah.
Dan, sebuah rahasia mengenai kelompok-kelompok
yang berkuasa “di balik”banyak kepemimpinan negara-negara dunia termasuk negara
Amerika Serikat lah yang merancang “sistem Dajjal” ini sejak lama, sebuah
sistem penuh fitnah/kemunkaran dari berbagai sendi kehidupan yang mempersiapkan
datangnya puncak fitnah Al Masih Ad-Dajjal, tentu saja mereka adalah kelompok
konglomerat hitam Yahudi penyembah dan bekerja sama dengan syetan dan penanti
datangnya Ad-Dajjal sang mata satu yang justru diyakininya sebagai penyelamat*.
Dan kini, sistem ini sudah semakin menunjukkan eksistensinya di berbagai lapis
kehidupan masyarakat maupun “pemerintahan”.
*Untuk info lebih jauh, silakan Saudara
cari informasi mengenai kelompok rahasia freemason-illuminati, bagaimana dan
apa tujuannya. Mengapa jumlah atheis di dunia sudah dalam hitungan milyar dan
para pelaku ritual syetan semakin menyebar? Juga mengapa dahulu ada uang emas
sekarang berganti dengan uang kertas, lantas siapa yang menguasai emas saat itu
dan ditimbun sampai saat ini? Mengapa uang dollar yang dipakai internasional
menggambarkan “novus ordo seclorum”
di bawah kendali mata satu? Mengapa ada konsep bunga dalam bank? Mengapa
dibentuk bank sentral dunia? Mengapa liberalisasi wanita dan free-sex semakin
gencar? Mengapa media informasi semakin bias dan busuk dan/atau mengandung
pesan-pesan terselubung? Mengapa negara-negara di Timur Tengah terjadi konflik
dan pembantaian?
Maka akan sangat sulit menegakkan hukum
Allah dalam masa kelam sistem fitnah Dajjal ini (pada babak ke-4 hingga
akhirnya menegakkan yang haqq akan seperti memegang bara api) kecuali ia berani
mati syahid di jalan Allah, sampai tiba saatnya Allah mempergilirkan kemenangan
kembali berada di tangan umat-Nya setelah kepemimpinan Yahudi atas dunia
(kekhalifahan pada babak ke-5)*. Karena sistem dan misi rahasia mereka pun
sudah merancang bagaimana membinasakan setiap yang tidak mengikuti gerakan
tersembunyi mereka. Tak sedikit orang alim yang pada awalnya sangat ingin
berjuang di jalan Allah, namun karena cengkraman sistem Dajjal yang sangat kuat
ini pada akhirnya mereka menjadi ibarat menjatuhkan diri dalam lubang
kebinasaan dan kenistaan. Ini juga merupakan bukti bahwa ia TIDAK ditolong oleh
Allah. Bukankah sudah kerap kali terjadi?
*Menurut hadits shahih, riwayat Ahmad,
bahwa sejarah umat Nabi Muhammad hingga menjelang hari kiamat terdiri dari 5
babak, babak 1 kenabian… babak 2 kekhalifahan… babak 3 raja-raja yang
menggigit… babak 4 para penguasa diktator (mulkan jabriyyan) selama masa yang
Allah kehendaki, kemudian Allah mengangkatnya ketika Allah berkehendak untuk
mengangkatnya, setelah itu datang kembali babak 5 kekhalifahan.
Tentu
memilih kemudharatan yang sedikit lebih kecil lebih baik daripada memilih
kemudharatan yang besar. Namun, sistem pemilu yang semakin liar di era
pembentukan sistem Dajjal ini, bagi satu pihak ia menjatuhkan diri sendiri ke
dalam kebinasaan, bagi pihak yang lain ia menjorokkan Saudaranya ke dalam
lubang kebinasaan.
Ketika saat ini kita sudah terjebak dalam
sistem ini, maka berhati-hatilah terhadap siapa yang Anda pilih, jauhilah dan
sebarkanlah jika terdapat pilihan pemimpin yang memang akan mengancam (misalnya Jalaludin Rahmat, pemimpin
syiah Indonesia, dan ini justru termasuk salah satu ghibah yang dibenarkan dan sangat diperlukan, atau pilihan non muslim lainnya sebagaimana ancaman Allah telah tegas melarangnya langsung dari Al-Quran, termasuk pilihan muslim yang menggandeng non muslim (red), serta kini telah banyak pula pilihan muslim yang cenderung sekuler/memisahkan antara hukum pemerintahan dengan agama), dan bagi yang dipilih berhati-hatilah dan renungkan peringatan-peringatan
keras dalam ayat-ayat dan hadits Nabi yang telah kami sampaikan.
Satu hal yang perlu kita sikapi terhadap dua kubu perbedaan pendapat, ada yang mengatakan ikut memilih adalah haram, dan ada pula pendapat tidak ikut memilih lah yang haram. Maka semestinya kita berlepas diri dari pertentangan mereka, merangkul keduanya, dan mengatakan kepada keduanya, yang haram bukan memilih atau tidak memilihnya, tetapi yang haram adalah memilih pemimpin kafir maupun pemimpin non kafir yang sekuler dan yang haram adalah membiarkan kepemimpinan tersebut berada di tangan mereka yang memusuhi hukum Allah. Memilih bisa menjadi haram dan tidak memilih pun bisa menjadi haram.
Satu hal yang perlu kita sikapi terhadap dua kubu perbedaan pendapat, ada yang mengatakan ikut memilih adalah haram, dan ada pula pendapat tidak ikut memilih lah yang haram. Maka semestinya kita berlepas diri dari pertentangan mereka, merangkul keduanya, dan mengatakan kepada keduanya, yang haram bukan memilih atau tidak memilihnya, tetapi yang haram adalah memilih pemimpin kafir maupun pemimpin non kafir yang sekuler dan yang haram adalah membiarkan kepemimpinan tersebut berada di tangan mereka yang memusuhi hukum Allah. Memilih bisa menjadi haram dan tidak memilih pun bisa menjadi haram.
Apa yang dapat kita lakukan, adalah menjaga
diri, keluarga dan orang-orang terdekat, berwala’ dan baro’ hingga semakin
meluas kaum muslimin muslimat yang memiliki visi yang sama dalam penegakan
hukum Allah yang mendasar, dan menghentikan segala jenis pertentangan khilafiyah yang
sungguh memprihatinkan untuk persatuan umat, serta bersama-sama mewaspadai bahaya fitnah sistem
Dajjal yang telah diperingatkan oleh para Rasul-Nya yang mana merupakan ujian
keimanan akan adanya hari akhir bagi hamba-hamba-Nya.
“Segeralah
beramal sebelum datangnya fitnah-fitnah seperti malam yang gelap gulita.” (H.R. Muslim – shahih)
Wallahua’lam, Maha Suci Allah atas segala ketetapan yang akan berlaku.
Wassalamu’alaikum
wr. Wb.