-Muhasabah-
Nabi Musa AS suatu
hari sedang berjalan-jalan melihat keadaan umatnya. Nabi Musa AS melihat
seseorang sedang beribadah. Umur orang itu lebih dari 500 tahun. Orang itu
adalah seorang yang ahli ibadah. Nabi
Musa AS kemudian menyapa dan mendekatinya. Setelah berbicara sejenak ahli
ibadah itu bertanya kepada Nabi Musa AS, “Wahai
Musa AS aku telah beribadah kepada Allah SWT selama 350 tahun ‘tanpa’ melakukan perbuatan dosa. Di manakah Allah SWT
akan meletakkanku di Surga-Nya? Tolong sampaikan pertanyaanku ini kepada Allah”.
Nabi Musa AS mengabulkan permintaan orang itu. Nabi Musa AS kemudian bermunajat
memohon kepada Allah SWT agar Allah SWT memberitahukan kepadanya di mana umatnya
ini akan ditempatkan di akhirat kelak. Allah SWT berfirman, "Wahai Musa (AS) sampaikanlah kepadanya
bahwa Aku akan meletakkannya di dasar neraka-Ku yang paling dalam".
Nabi Musa AS kemudian mengabarkan kepada orang tersebut apa yang telah
difirmankan Allah SWT kepadanya. Ahli ibadah itu terkejut. Dengan perasaan
sedih ia beranjak dari hadapan Nabi Musa AS....
(diambil bagian dari 1001 Kisah Teladan)
Hikmah:
Ahli ibadah 350 tahun
namun akan diletakkan Allah di neraka? Sungguh sulit dibayangkan.
Meskipun pada akhir kisah ‘karena’ suatu sikap dan perbuatannya, Allah kagum
dan kemudian berfirman akan menempatkannya di surga yang tinggi. Oleh
karenanya, kita sebagai umat muslim harus berhati-hati dan waspada dan menjauhkan diri dari sifat ujub (bangga diri) meskipun sebanyak apapun amalan yang telah dilakukan dan
seshalih apapun ia. Hal ini
menunjukkan juga bahwa meskipun banyaknya amalan yang dilakukan seseorang belum
tentu ia mendapatkan rahmat Allah.
Sesungguhnya Abu Hurairah berkata, ia
mendengar Rasulullah saw. bersabda, “Amal
seseorang tidak akan memasukkan seseorang ke dalam surga.” “Engkau juga tidak
wahai Rasulullah?”, tanya sahabat. Beliau menjawab, “Aku pun tidak. Itu semua
hanyalah karena karunia dan rahmat Allah.” (H.R. Bukhari dan Muslim)
Para ulama menjelaskan hadits di atas yaitu
bahwa seorang tidak bisa membayar (menebus) surga Allah hanya dengan amal
perbuatannya. Karena amalannya terdapat kekurangan, sementara surga Allah
terlalu sempurna dan terlalu agung untuk menjadi balasannya. Hanya dengan
rahmat Allah saja seorang bisa tinggal abadi di surga-Nya yang luas.
Penjelasan yang perlu digarisbawahi adalah
dalam beberapa ayat Al-Quran dijelaskan bahwa rahmat Allah hanya dapat diperoleh
dengan beribadah dan beramal shalih. Meskipun ada juga pendapat yang menyatakan
bahwa seseorang dapat melakukan amal shalih adalah juga karena hidayah dan
rahmat Allah. Allah menetapkan segala sesuatu dengan sebab dan akibat. Disamping
itu, yang perlu digarisbawahi selanjutnya adalah dalam beberapa dalil yang
shahih juga dijelaskan bahwa amalan lah yang akan menentukan tinggi
rendahnya tingkatan surga. Dengan demikian, rahmat Allah dan amal shalih merupakan
dua hal yang tidak dapat dipisahkan dan keduanya harus kita upayakan semaksimal
mungkin.
Persoalannya adalah kita tidak tahu amalan
yang mana yang menjadikan Allah ridha kepada kita sehingga mencurahkan
rahmat-Nya??
Oleh karena itu, rumusan berikut akan terus menyemangati kita
semua untuk menyiapkan ‘bekal’ akhirat dan
amalan-amalan ikhlas terbaik yang akan mengundang datangnya rahmat Allah. Jangan terlalu
yakin kita terbebas dari azab neraka, yang menjadi renungan
adalah:
1. Muhasabah
seberapa banyak dosa kita?
(Manusia
akhir zaman seperti kita ini tentulah banyak dosanya, baik yang “tidak” kita sadari maupun yang disadari.
Bahkan tidak jarang ‘diam’ kita pun
berdosa/menggoreskan luka pada hati seseorang karena dianggap tidak peduli. Diamnya
kita pun kadang masih berprasangka buruk. Makna diam di sini dapat berarti diamnya
mulut, tangan, sifat, sikap, tubuh [tindakan], atau kombinasinya. Maka akan sebanyak apalagi dosa dengan ‘tidak diam’-nya kita?!)
2. Jika
kita merasa pahala > dosa, seberapa ikhlas dan murnikah amal kita?
(Cukup jelas,
namun perlu kita renungkan bahwa “kita
bilang/merasa kita ikhlas belum tentu ikhlas di sisi Allah”.)
3. Jika
kita pun
yakin merasa sudah ikhlas, adakah perbuatan kita yang menghalangi
sampainya amal kepada-Nya?
(contoh: Hadits menyatakan bahwa selama 40 hari
amal-amalan kebaikan akan
tertolak
hanya karena ada ‘sesuap’ makanan haram masuk ke perut seseorang.)
(Perhatikan hal
ini: “Para shahabat yang mulia dan para
tabi’in yang agung. Mereka melakukan apa yang telah dilakukan para pendahulu
mereka, tetapi hati mereka merasa KHAWATIR jika ibadah mereka tidak diterima.”
Maka selanjutnya berhati-hatilah bahwa ada banyak hal-hal yang menyebabkan amal
kita tidak sampai kepada Allah.)
4. Jika
kita merasa sudah ikhlas dan yakin tidak ada perbuatan kita yang menghalangi
sampainya amal kepada Allah, maka seberapa banyak orang yang pernah sakit hati/tersinggung
karena kita dan tidak seratus persen memaafkan kita?
(contoh: hadits yang shahih telah
menjelaskan bahwa jika seseorang berbuat zalim demikian;
pada hari Kiamat kebaikan/pahalanya akan diberikan kepada orang ini dan itu.
Jika kebaikannya sudah habis, kesalahan/dosa orang yang disakiti akan
ditimpakan balik kepadanya. “Sungguh
sial dan merugi”. Hingga disebut dalam hadits lain
bahwa makhluk yang pailit dan paling sial sejagad raya adalah orang
yang masuk surga, namun karena kedzalimannya
terlampau banyak (over) ia dilempar
ke neraka! Itu namanya ‘sial di atas sial di antara orang-orang sial’)
5. Kita
semua pasti sudah berhenti di poin nomor empat atau sebelum itu.
Nabi saw. bersabda, "Sesungguhnya ada diantara kalian
seseorang yang melakukan perbuatan orang penguhi Surga, sehingga jarak antara
dia dengan Surga tinggal sehasta, tetapi ketentuan (Allah) telah mendahuluinya;
maka dia pun melakukan (di penghujung hayatnya) perbuatan orang penghuni neraka
lalu dia memasukinya. Dan sesungguhnya ada di antara kalian seseorang yang melakukan
perbuatan orang penghuni neraka, sehingga jarak antara dia dengan neraka
tinggal sehasta, tetapi ketentuan (Allah) telah mendahuluinya; maka dia
melakukan (di penghujung hayatnya) perbuatan orang penguhi Surga lalu dia
memasukinya." (H.R. Al-Bukhari dan Muslim)
Maka, untuk poin
terakhir ini, jadikanlah ia untuk selalu memohon husnul khatimah dengan penuh pengharapan, perbanyak istighfar usai
mengerjakan shalat maupun di luar shalat, jaga dan perbarui iman kita dengan
dzikir, serta tidak pernah merasa puas apalagi
bangga diri terhadap semua amal
yang telah kita
lakukan.
Simpulan:
Tentunya selain kita
memiliki dosa kepada Allah, kita pasti punya kesalahan terhadap
orang lain. Apakah ada jaminan mereka memaafkan kita meskipun kita sudah minta
maaf? Tidak ada pula jaminan pasti untuk kita
terbebas dari siksa neraka.
Oleh karena itu, teruslah “cari amal dan bekal
sebanyak-banyaknya” dengan memperhatikan poin
1-5, paling tidak untuk menebus
dosa-dosa kita.
“Sesungguhnya
perbuatan-perbuatan yang baik itu menghapuskan (dosa) perbuatan-perbuatan yang buruk.” (Q.S. Huud: 114)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar