LARANGAN MENJADIKAN ORANG KAFIR SEBAGAI AULIYAA' (BAIK ITU SEBAGAI WALI, PELINDUNG, PENOLONG, PEMIMPIN, YANG DIIKUTI, TEMAN SETIA, YANG DICINTAI)
Sumber: Tafsir Al Qur'an “Hidayatul Insan bi tafsiril Qur’an” yang artinya “Petunjuk bagi manusia dengan tafsir Al Qur’an,” Admin melihat kelebihan tafsir ini karena merangkum dari berbagai kitab tafsir ulama seperti kitab tafsir Taisirul Kariimir Rahmaan fii Tafsiir Kalaamil Mannaan karya Syaikh Abdurrahman bin Nashir As Sa'diy, Kitab Tafsir Jalalain karya Jalaluddin As Suyuthi dan Jalaluddin Al Mahalliy, Anwaarul Hilaalain fit Ta’aqqubaat ‘alal Jalaalain karya Dr. Muhammad bin Abdurrahman Al Khumais, dan tentu Tafsir Ibnu Kastir. Selain itu, pemilihan kata dan alur bahasanya sangat sesuai dengan para pemula yang sedang menuntut ilmu. (http://www.tafsir.web.id)
1. Tafsir Ali Imran 28-29
2. Tafsir An Nisa 88-89
3. Tafsir An Nisa 137-139
4. Tafsir An Nisa 144-145
5. Tafsir Al Maidah 51-53
6. Tafsir Al Maidah 54-56
7. Tafsir Al Maidah 57-58
8. Tafsir Al Maidah 78-81
9. Tafsir At Taubah 23-24
10. Tafsir Al Mumtahanah 1-3
1. Tafsir Ali Imran
28-29
Ayat 28-29: Menerangkan tentang
larangan berwala’ (memberikan loyalitas) dan berpihak kepada orang-orang kafir
baik lahir maupun batin
28. Janganlah orang-orang mukmin menjadikan orang-orang kafir sebagai wali[1]
dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Barang siapa berbuat demikian, niscaya
lepaslah ia dari pertolongan Allah, kecuali
karena (siasat) menjaga diri dari sesuatu yang kamu takuti dari mereka[2].
Allah memperingatkan kamu terhadap diri (siksa)-Nya[3], dan hanya kepada Allah
tempat kembali[4].
[1] Wali jamaknya auliyaa, yang berarti teman
yang akrab, pemimpin, pelindung atau penolong. Termasuk juga mencintai dan
membela orang-orang kafir meninggalkan kaum mukmin. Semua ini dilarang.
Dalam ayat ini terdapat larangan
mengadakan pendekatan dengan orang-orang kafir, berteman akrab dengan mereka,
cenderung kepada mereka, memberikan mereka jabatan serta meminta bantuan mereka
untuk perkara yang terdapat maslahat bagi kaum muslimin.
[2] Misalnya dengan mengadakan hudnah (genjatan
senjata), atau menampakkan seakan-akan berwala' dengan mereka di lisan, namun
hati tidak setuju. Hal ini dilakukan sebelum Islam berjaya, dan diperuntukkan
bagi orang yang tinggal di sebuah negeri sedangkan dia tidak memiliki kekuatan
di sana.
[3] Oleh karena itu, janganlah mengerjakan
perbuatan yang mendatangkan kemurkaan-Nya seperti dengan bermaksiat dan berwala'
kepada orang-orang kafir tanpa alasan menjaga diri dari sesuatu yang kamu
takuti.
[4] Semua makhluk akan kembali kepada Allah untuk
dihisab dan diberi pembalasan.
29. Katakanlah: "Jika kamu menyembunyikan apa yang ada dalam hatimu[5]
atau kamu nyatakan, Allah pasti mengetahuinya". Dia mengetahui apa yang
ada di langit dan apa yang ada di bumi. Allah Mahakuasa atas segala sesuatu[6].
[5] Seperti
berwala' kepada mereka.
[6] Termasuk di antaranya berkuasa menyiksa
orang-orang yang berwala' kepada orang-orang kafir.
------------------------------------------------------------------
2. Tafsir An Nisa 88-89
Ayat 88-89: Larangan bersikap lunak
dalam bermu’amalah dengan orang-orang munafik
88.[3] Maka mengapa kamu (terpecah) menjadi dua
golongan[4] dalam
(menghadapi) orang-orang munafik, padahal Allah telah membalikkan mereka kepada
kekafiran, disebabkan usaha mereka sendiri?[5] Apakah
kamu bermaksud memberi petunjuk kepada orang yang telah disesatkan Allah[6]?
Barang siapa disesatkan oleh Allah, kamu tidak akan mendapatkan jalan (untuk
memberi petunjuk) baginya.
89. Mereka (orang munafik) ingin agar kamu menjadi kafir sebagaimana
mereka telah menjadi kafir, sehingga kamu menjadi sama (dengan mereka).
Janganlah kamu jadikan di antara mereka teman-teman(mu)[7], sebelum mereka berhijrah pada jalan Allah[8]. Apabila mereka berpaling[9], maka tawanlah mereka dan bunuhlah mereka di mana
pun[10] kamu temukan, dan janganlah kamu jadikan
seorangpun di antara mereka sebagai teman setia dan penolong[11],
[7] Meskipun mereka menampakkan keimanan di luar.
Ayat ini menunjukkan agar kita tidak mencintai mereka, karena berteman
menunjukkan rasa cinta kepada mereka. Demikian juga menyuruh kita membenci
mereka dan memusuhinya. Namun demikian, sikap ini (membenci dan memusuhi) ada
batas waktunya, yaitu sampai mereka mau berhijrah. Jika mereka berhijrah, maka
mereka diberlakukan seperti halnya kaum muslimin yang lain. Hal ini sebagaimana
Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam memberlakukan orang yang berada di
sekelilingnya secara sama, baik kepada orang mukmin yang sesungguhnya atau hanya
menampakkan keimanan di luar saja.
[10] Yakni
di mana saja dan kapan saja. Ayat ini termasuk dalil yang menunjukkan sudah
mansukhnya larangan berperang di bulan haram, dan inilah pendapat jumhur ulama.
Namun ulama yang tidak setuju dengan pendapat jumhur berpendapat bahwa
nash-nash tersebut masih mutlak dan dibatasi oleh larangan berperang di bulan
haram.
------------------------------------------------------------------
3. Tafsir An Nisa
137-139
Ayat 137-139: Bahaya kaum
munafik terhadap umat Islam
[13] Yakni orang-orang yang menampakkan keislaman
di luar dan menyembunyikan kekafiran di dalam.
139.
(Yaitu) orang-orang yang menjadikan orang-orang
kafir sebagai penolong dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Apakah mereka
mencari kekuatan di sisi orang kafir itu? Ketahuilah bahwa semua kekuatan itu
milik Allah[14].
[14] Inilah keadaan mereka kaum munafik, mereka
bersangka buruk kepada Allah dan kurang yakin bahwa Allah akan memenangkan
hamba-hamba-Nya yang mukmin, padahal kekuatan itu milik Allah semuanya, semua
makhluk dalam kekuasaan-Nya, dan kehendak-Nya berlaku pada mereka. Dia menjamin
akan memenangkan agama-Nya dan memenangkan hamba-hamba-Nya yang mukmin, kalau
pun terkadang musuh yang menang, namun tidak selamanya, karena kemenangan
terakhir akan diperoleh kaum mukmin. Dalam ayat ini terdapat ancaman memberikan
wala' (loyalitas) kepada kaum kafir dan meninggalkan berwala' kepada kaum
mukmin, dan bahwa yang demikian termasuk sifat orang-orang munafik, padahal
keimanan yang sesungguhnya menghendaki mencintai kaum mukmin dan berwala'
kepada mereka serta membenci orang-orang kafir dan memusuhi mereka.
------------------------------------------------------------------
4. Tafsir An Nisa
144-145
Ayat 144-145: Orang-orang munafik
adalah orang yang paling berbahaya bagi kaum mukmin daripada orang kafir, oleh
karenanya siksaan untuk mereka lebih keras pada hari Kiamat daripada
orang-orang kafir
144. Wahai orang-orang
yang beriman! Janganlah kamu menjadikan orang-orang kafir sebagai wali[16] dengan
meninggalkan orang-orang mukmin. Apakah kamu ingin memberi alasan yang nyata
bagi Allah (untuk menghukummu)?[17]
[16] Wali jamaknya auliyaa, yang berarti teman
yang akrab, juga berarti pelindung, penolong dan pemimpin.
[17] Setelah
disebutkan sebelumnya, bahwa di antara
sifat orang-orang munafik adalah menjadikan orang-orang kafir sebagai wali
dengan meninggalkan kaum mukmin, maka dalam ayat di atas, Allah Subhaanahu wa
Ta'aala melarang hamba-hamba-Nya yang mukmin melakukan tindakan yang sama
dengan orang-orang munafik itu, dan bahwa perbuatan itu memberikan alasan yang
nyata bagi Allah untuk menghukum kamu, karena Dia telah memperingatkan agar
tidak melakukannya serta memberitahukan kepada kita mafsadatnya. Jika masih
ditempuh juga setelah diperingatkan, maka ia layak mendapatkan hukuman. Dalam ayat
ini terdapat dalil sempurnanya keadilan Allah, dan bahwa Allah tidak mengazab
seseorang sebelum tegaknya hujjah. Dalam ayat ini juga terdapat peringatan dari
mengerjakan maksiat, karena pelakunya sama saja memberikan alasan bagi Allah
untuk menghukumnya.
145.
Sesungguhnya orang-orang munafik itu (ditempatkan)
pada tingkatan yang paling bawah dari neraka[18]. Dan kamu tidak
akan mendapat seorang penolong pun bagi mereka.
[18] Hal itu, karena mereka berbuat syirik kepada
Allah, memerangi rasul-Nya, membuat makar dan tipu daya terhadap kaum mukmin
serta melancarkan serangan kepada kaum mukmin secara diam-diam. Mereka sudah
merugikan umat Islam, namun mereka disikapi oleh kaum muslim secara baik karena
zhahirnya yang menampakkan keislaman. Mereka memperoleh sesuatu yang sebenarnya
tidak mereka peroleh. Karena inilah mereka mendapatkan siksa yang paling keras
dan tidak ada yang menolong mereka dari azab itu. Ayat ini adalah umum, mengena
kepada setiap orang munafik, kecuali orang yang dikaruniakan Allah bertobat
dari segala maksiat.
146.
Kecuali orang-orang yang bertobat[19] dan
memperbaiki diri[20] dan berpegang teguh pada (agama) Allah serta dengan tulus
ikhlas (mengerjakan) agama mereka karena Allah[21]. Maka mereka itu
bersama-sama orang yang beriman[22] dan kelak Allah akan memberikan pahala yang
besar[23] kepada orang-orang yang beriman.
[19] Dari kemunafikan.
[20] Memperbaiki
diri berarti mengerjakan perbuatan-perbuatan yang baik untuk menghilangkan
akibat-akibat yang jelek dari kesalahan-kesalahan yang dilakukan.
[21] Yakni
membersihkan amalan mereka dari riya' dan kemunafikan. Disebutkan kata
"berpegang teguh kepada Allah dan berbuat ikhlas" setelah kata
memperbaiki diri meskipun sudah cukup dengan kata-kata "memperbaiki
diri" adalah karena pentingnya masalah tersebut, khususnya dalam usaha
membersihkan diri dari nifak. Oleh karenanya, kemunafikan sangat sulit
disingkirkan kecuali dengan benar-benar berpegang teguh kepada Allah, kembali
dan meminta kepada-Nya agar disingkirkan serta berbuat ikhlas.
------------------------------------------------------------------
5. Tafsir Al Maidah
51-53
Ayat 51-53: Larangan berwala’ dan
berteman akrab kepada orang-orang Yahudi dan Nasrani serta selain mereka yang
menjadi musuh-musuh Islam dan sifat atau bentuk wala’ kepada mereka, dan akibat
melakukan hal itu
51. Wahai orang-orang
yang beriman! Janganlah kamu menjadikan orang Yahudi dan Nasrani sebagai teman
setia(mu); mereka satu sama lain saling melindungi[12].
Barang siapa di antara kamu yang menjadikan mereka teman setia, maka
sesungguhnya dia termasuk golongan mereka[13].
Sungguh, Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim[14].
[13] Hal
itu, karena berwala' (memberikan kesetiaan) jika sempurna menjadikan pelakunya
pindah ke agama mereka, namun jika berwala' hanya sedikit, maka bisa membawanya
kepada sikap sering berwala', dan jika tidak dicegah lama-kelamaan akan
menjadikan seorang hamba termasuk mereka (pindah ke agama mereka).
52.[15] Maka kamu
akan melihat orang-orang yang hatinya berpenyakit[16] segera
mendekati mereka (Yahudi dan Nasrani), seraya berkata, "Kami takut akan
mendapat bencana[17]."
Mudah-mudahan Allah akan mendatangkan kemenangan (kepada Rasul-Nya), atau
sesuatu keputusan dari sisi-Nya[18], sehingga mereka
menjadi menyesal terhadap apa yang mereka rahasiakan dalam diri mereka[19].
[15] Setelah
Allah melarang kaum mukmin berwala' kepada orang-orang kafir, Allah
memberitakan bahwa di antara orang-orang yang mengaku beriman ada yang berwala'
kepada mereka.
[17] Mereka
memberikan wala' kepada orang-orang kafir karena khawatir orang-orang kafir
yang menang, sehingga mereka tidak jadi diserang karena telah memberikan wala'
kepada orang-orang kafir. Mereka tidak yakin bahwa Allah akan memenangkan dan
menyempurnakan agama Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam.
53.
Dan orang-orang yang beriman akan berkata[20], "Inikah
orang yang bersumpah secara sungguh-sungguh dengan (nama) Allah, bahwa mereka
benar-benar beserta kamu?" Segala amal mereka menjadi sia-sia, sehingga
mereka menjadi orang-orang yang rugi[21].
[20] Dengan
heran ketika rahasia orang-orang munafik terbongkar.
------------------------------------------------------------------
6. Tafsir Al Maidah
54-56
Ayat 54-56: Sifat orang-orang yang
menolong agama Allah yang berhak diberikan wala’ dan pembelaan
54. Wahai orang-orang
yang beriman! Barang siapa di antara kamu yang murtad dari agamanya[22],
maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum, Dia mencintai mereka[23] dan
mereka pun mencintai-Nya[24],
dan bersikap lemah lembut terhadap orang-orang yang beriman, tetapi bersikap
keras terhadap orang-orang kafir[25],
yang berjihad di jalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang
suka mencela[26].
Itulah karunia Allah yang diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki[27].
Allah Maha Luas (pemberian-Nya), lagi Maha Mengetahui[28].
[22] Di
dalamnya terdapat pemberitahuan Allah terhadap sesuatu yang mungkin terjadi,
sebagaimana murtadnya orang-orang yang sudah masuk Islam setelah Nabi Muhammad
shallallahu 'alaihi wa sallam wafat sehingga mereka diperangi oleh Abu Bakar
Ash Shiddiq. Sebelum terjadi perbuatan itu (murtad), Allah Subhaanahu wa
Ta'aala mengingatkan dalam ayat ini agar mereka jangan sampai kembali kafir. Di
samping itu, yang demikian tidaklah merugikan Allah sedikit pun, bahkan Allah
akan mendatangkan pengganti mereka, yaitu orang-orang yang Allah mencintai
mereka dan mereka pun mencintai Allah.
[23] Sesungguhnya
cinta Allah kepada hamba merupakan nikmat yang paling besar dan keutamaan yang
paling utama yang Allah berikan kepada hamba. Jika Allah mencintai seorang
hamba, maka Allah akan memudahkan semua sebab baginya, memudahkan yang susah,
memberinya taufik untuk mengerjakan kebaikan dan meninggalkan kemungkaran dan
menjadikan manusia cinta kepadanya.
Faedah: Seseorang apabila ingin
dicintai Allah harus mengikuti Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam baik
zahir maupun batin, baik dalam ucapan maupun perbuatan dan dalam semua
keadaannya (lihat Ali Imran: 31). Di antara contoh sebab agar dicintai Allah
adalah membaca Al Qur’an dengan mentadabburi dan memahami maknanya, mendekatkan
diri kepada Allah dengan melakukan amalan sunnah setelah amalan wajib, selalu
berdzikr kepada Allah, mendahulukan apa yang dicintai Allah apabila dihadapkan
dua hal yang dicintainya, mempelajari nama Allah dan sifat-Nya, memperhatikan
nikmat Allah baik yang nampak maupun tersembunyi serta memperhatikan pemberian-Nya
kepada kita agar membantu kita bersyukur, pasrah kepada Allah dan menampakkan
sikap butuh kepada-Nya, qiyamullail di sepertiga malam terakhir dengan disudahi
istighfar dan taubat, duduk bersama orang-orang shalih yang cinta karena Allah
serta mengambil nasehat dari mereka dan menjauhi sebab yang menghalangi hati
dari mengingat Allah.
[24] Ada
yang mengatakan, bahwa mereka ini adalah Abu Bakar Ash Shiddiq dan
kawan-kawannya ketika memerangi orang-orang yang murtad. Ada pula yang
mengatakan, bahwa mereka ini adalah kaum Abu Musa Al Asy'ariy. Demikian pula
orang yang mencintai Allah dan memiliki sifat-sifat di atas.
[25] Berdasarkan
ayat ini, bersikap lemah lembut kepada kaum mukmin dan bersikap keras kepada
orang-orang kafir termasuk amalan yang mendekatkan diri kepada Allah. Namun
demikian, sikap keras terhadap orang-orang kafir tidaklah menghalangi kita
untuk mendakwahi mereka dengan cara yang baik.
[26] Mereka
lebih mendahulukan ridha Tuhan mereka, takut celaan-Nya daripada celaan orang
yang mencela. Hal ini menunjukkan kuatnya pendirian dan tekad mereka. Adapun
orang yang lemah hatinya, maka lemah pula pendiriannya, semangatnya mengendor
ketika dicela, pendiriannya lemah ketika dicela dan tekadnya menciut. Hal ini
mewnunjukkan bahwa dalam hati mereka terdapat peribadatan kepada selain Allah
sesuai keadaan hatinya yang memperhatikan perasaan makhluk, menunjukkan sikap
mereka mendahulukan keridhaan manusia dan takut celaan mereka. Oleh karena itu,
seorang hamba belum lepas dari peribadatan kepada selain Allah, sampai ia tidak
takut celaan orang yang mencela dalam menjalankan agama Allah.
[27] Yakni
semua sifat mulia tersebut merupakan karunia Allah kepada
mereka agar mereka tidak ujub terhadap diri mereka dan agar mereka mensyukuri
nikmat tersebut.
55.[29] Sesungguhnya
penolongmu hanyalah Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang yang beriman, yang
melaksanakan shalat dan menunaikan zakat, seraya tunduk (kepada Allah)[30].
[29] Setelah
menyebutkan larangan memberikan walaa' (kesetiaan) kepada orang-orang kafir,
maka dalam ayat ini Allah Subhaanahu wa Ta'aala menerangkan siapa sebenarnya
yang berhak diberikan wala'.
Tentang turun ayat ini ada yang
berpendapat, bahwa ayat ini turun berkenaan dengan Abdullah bin Salam ketika ia
dijauhi oleh orang-orang Yahudi Bani Quraizhah dan Bani Nadhir. Ada pula yang
berpendapat, bahwa ayat ini turun berkenaan dengan Ubadah bin Ash Shaamit
ketika ia berlepas diri dari orang-orang Yahudi, wallahu a'lam.
56.
Dan barang siapa menjadikan Allah, Rasul-Nya dan
orang-orang yang beriman sebagai penolongnya, maka sungguh, pengikut (agama)
Allah[31] itulah yang
menang[32].
[31] Yaitu
orang-orang yang menjadikan Allah, Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman
sebagai penolongnya atau ia hanya memberikan wala' (kesetiaan) dan pembelaan
kepada mereka, tidak kepada orang-orang kafir.
[32] Ayat
ini merupakan kabar gembira bagi orang yang menjalankan perintah Allah dan
masuk ke dalam pengikut agama-Nya dan sebagai tentara-Nya, bahwa ia akan
memperoleh kemenangan meskipun terkadang mengalami kekalahan karena hikmah
Allah, namun di akhirnya ia akan memperoleh kemenangan, dan siapakah yang lebih
benar perkataannya daripada Allah?.
------------------------------------------------------------------
7. Tafsir Al Maidah
57-58
Ayat 57-58: Ajakan kepada kaum
muslimin untuk tidak berwala’ kepada Ahli Kitab dan orang-orang kafir
57.[1] Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah
kamu menjadikan pemimpinmu orang-orang yang membuat agamamu jadi bahan ejekan
dan permainan, (yaitu) di antara orang-orang yang telah diberi kitab sebelummu,
dan orang-orang yang kafir (orang musyrik). Dan bertakwalah kepada Allah jika
kamu orang-orang yang beriman.
[1] Dalam
ayat ini, Allah Subhaanahu wa Ta'aala melarang kaum mukmin menjadikan
orang-orang Ahli Kitab (Yahudi dan Nasrani) serta orang-orang musyrik sebagai
wali, dengan mencintai dan menolong mereka, bersikap setia kepada mereka,
menampakkan rahasia kaum muslimin kepada mereka dan menolong mereka dalam hal
yang merugikan Islam dan kaum muslimin. Demikian pula, Allah memerintahkan
mereka untuk tetap bertakwa kepada Allah dengan menjalankan perintah-Nya dan
menjauhi larangan-Nya, di antaranya adalah dengan berlepas diri dari mereka dan
memusuhi mereka. Hal itu, karena sikap mereka mencela agama kaum muslimin,
menjadikannya bahan ejekan dan permainan, menghina dan meremehkan, yang salah
satunya adalah ibadah shalat yang menjadi syi'ar besar kaum muslimin, di mana
mereka mengejeknya saat azan shalat dikumandangkan. Hal ini tidak lain karena
kurang akal dan bodohnya mereka. Oleh karena itu, jika mereka masih diberikan
wala' padahal keadaan mereka (Ahli Kitab) seperti ini; yakni memusuhi dan menghina
ajaran Islam, maka yang demikian menunjukkan keimanan orang yang memberikan
wala' begitu lemah dan tidak memiliki muruu'ah (kehormatan).
58.
Dan apabila kamu menyeru untuk (melaksanakan)
shalat[2], mereka
menjadikannya bahan ejekan dan permainan. Yang demikian itu adalah karena
mereka orang-orang yang tidak mengerti.
[2] Dengan
melakukan azan.
------------------------------------------------------------------
8. Tafsir Al
Maidah 78-81
Ayat 78-81: Laknat untuk orang-orang
Yahudi melalui lisan para nabi mereka dan sebab mereka dilaknat
78. Orang-orang kafir
dari Bani Israil telah dilaknat melalui lisan (ucapan) Dawud[12] dan
Isa putra Maryam[13].
Yang demikian itu karena mereka durhaka[14] dan
selalu melampaui batas[15].
[12] Yaitu
dengan doa Nabi Dawud 'alaihis salam, mereka dirubah rupanya menjadi kera.
Mereka ini adalah penduduk Ailah.
[13] Dengan
doa Nabi Isa 'alaihis salam, mereka dirubah rupanya menjadi babi. Mereka ini
adalah orang-orang yang meminta diturunkan hidangan langsung dari langit.
79.
Mereka satu sama lain tidak saling mencegah
perbuatan munkar yang selalu mereka kerjakan[16]. Sungguh, sangat
buruk apa yang mereka perbuat.
[16] Sehingga
mereka sama seperti pelaku kemungkaran itu karena mendiamkan kemungkaran
padahal mampu mencegahnya. Hal ini menunjukkan sikap remeh mereka terhadap
perintah Allah dan anggapan ringan bermaksiat kepada Allah oleh mereka.
Sekiranya mereka memiliki rasa ta'zhim (pengagungan) kepada Allah, tentu mereka
akan cemburu karena larangan-Nya dikerjakan, dan mereka akan marah karena-Nya.
Mendiamkan kemungkaran dapat
berakibat banyak mafsadat, di antaranya:
- Mendiamkan kemungkaran itu sendiri
merupakan kemaksiatan, meskipun dia tidak mengerjakannya.
- Menunjukkan bahwa dirinya
meremehkan maksiat.
- Membuat pelaku maksiat dan
kefasikan berani melakukan banyak maksiat, sehingga kejahatan bertambah, dan
lama kelamaan banyak yang mengikutinya sehingga pelakunya menjadi mayoritas,
sedangkan orang-orang yang baik menjadi minoritas serta tidak mampu mencegah
kemungkaran itu.
- Meninggalkan kemungkaran dapat
membuat ilmu agama menjadi hilang dan kebodohan melanda. Hal itu, karena
maksiat jika berulang kali dilakukan dan tidak diingkari akan mengakibatkan
persangkaan bahwa yang demikian bukan maksiat, bahkan orang yang tidak tahu
bisa mengiranya sebagai perkara baik, padahal kerusakan apa yang lebih besar
daripada anggapan halal terhadap apa yang diharamkan Allah?
- Mendiamkan kemungkaran, bisa
menjadikan orang lain memandang baik perbuatan itu sehingga diikuti.
80.
Kamu melihat banyak di antara mereka[17] tolong
menolong dengan orang-orang kafir[18]. Sungguh, sangat
buruk apa yang mereka siapkan untuk diri mereka sendiri, yaitu kemurkaan Allah,
dan mereka akan kekal dalam azab.
[17] Yakni
orang-orang Yahudi.
81.
Sekiranya mereka beriman kepada Allah, kepada Nabi
(Muhammad) dan kepada apa yang diturunkan kepadanya, niscaya mereka tidak akan
menjadikan orang musyrik itu sebagai teman setia. Tetapi banyak di antara
mereka, orang-orang yang fasik[19].
[19] Yakni
keluar dari ketaatan kepada Allah, keluar dari keimanan kepada-Nya dan kepada
nabi-Nya. Termasuk perbuatan fasik mereka adalah berwalaa' (bersikap setia)
kepada musuh-musuh Allah.
------------------------------------------------------------------
9. Tafsir At Taubah
23-24
Ayat 23-24: Memutuskan hubungan
antara kaum mukmin dengan orang-orang kafir –
23.[24] Wahai orang-orang beriman![25] Janganlah
kamu jadikan bapak-bapakmu dan saudara-saudaramu sebagai wali[26],
jika mereka lebih menyukai kekafiran daripada keimanan. Barang siapa di antara
kamu yang menjadikan mereka sebagai wali, maka mereka itulah orang-orang yang
zalim[27].
[24] Ada
yang berpendapat, bahwa ayat ini turun berkenaan orang-orang tidak berhijrah
karena mengutamakan keluarga dan harta perdagangan.
[25] Yakni
kerjakanlah konsekwensi dari keimanan, yaitu dengan memberikan wala’ kepada
orang yang mengerjakan keimanan itu dan memberikan baraa’ (sikap lepas diri)
terhadap mereka yang tidak mengerjakannya.
[27] Karena
mereka berani bermaksiat kepada Allah dan menjadikan musuh-musuh-Nya sebagai
wali atau orang yang dicintai dan dibela, padahal yang demikian akan membuatnya
menaati mereka meninggalkan ketaatan kepada Allah dan membuatnya lebih
mencintai mereka daripada cinta kepada Allah dan Rasul-Nya. Pada ayat
selanjutnya dipertegas lagi, bahwa cinta kepada Allah dan Rasul-Nya harus
didahulukan di atas cinta kepada segala sesuatu serta menjadikan semuanya
mengikuti cinta kepada Allah dan Rasul-Nya.
24.
Katakanlah, "Jika bapak-bapakmu, anak-anakmu,
saudara-saudaramu, istri-istrimu, keluargamu, harta kekayaan yang kamu
usahakan, perniagaan yang kamu khawatirkan kerugiannya, dan rumah-rumah tempat
tinggal yang kamu sukai, lebih kamu cintai daripada Allah dan Rasul-Nya serta
berjihad di jalan-Nya[28], maka tunggulah[29] sampai Allah
memberikan keputusan-Nya[30].” Dan Allah tidak
memberi petunjuk kepada orang-orang fasik[31].
[28] Sehingga
kamu tidak berhijrah dan berjihad karena sebab itu.
[31] Yaitu
mereka yang keluar dari ketaatan kepada Allah lagi mengutamakan semua yang
disebutkan daripada kecintaan kepada Allah, Rasul-Nya dan berjihad di
jalan-Nya. Contoh mengutamakan selain Allah dan Rasul-Nya adalah ketika
dihadapkan kepadanya dua perkara; perkara yang pertama dicintai Alah dan
Rasul-Nya sedangkan hawa nafsunya tidak ingin kepadanya, adapun yang kedua
diiinginkan oleh hawa nafsunya, maka jika ia mengutamakan yang kedua, maka
berarti ia mengutamakan selain Allah dan Rasul-Nya.
------------------------------------------------------------------
10. Tafsir Al
Mumtahanah 1-3
Ayat 1-3: Peringatan agar tidak
berwala’ (memberikan kecintaan dan kesetiaan) kepada musuh-musuh Allah yang
menyakiti kaum mukmin sehingga mereka terpaksa harus berhijrah dan meningalkan
tanah airnya.
1. [1] [2]Wahai
orang-orang yang beriman![3] Janganlah
kamu menjadikan musuh-Ku dan musuhmu[4] sebagai
teman-teman setia sehingga kamu sampaikan kepada mereka (berita-berita
Muhammad), karena rasa kasih sayang[5]; [6]padahal
mereka telah ingkar kepada kebenaran yang disampaikan kepadamu[7].
Mereka mengusir Rasul dan kamu sendiri[8] karena
kamu beriman kepada Allah, Tuhanmu. Jika kamu benar-benar keluar untuk berjihad
pada jalan-Ku dan mencari keridhaan-Ku (maka janganlah kamu berbuat demikian)[9].
Kamu memberitahukan secara rahasia (berita-berita Muhammad) kepada mereka,
karena rasa kasih sayang, dan Aku lebih mengetahui apa yang kamu sembunyikan
dan apa yang kamu nyatakan[10].
Dan barang siapa di antara kamu yang melakukannya[11],
maka sungguh, dia telah tersesat dari jalan yang lurus[12].
[1] Hakim
di juz 2 hal. 485 berkata: telah mengabarkan kepadaku Abdurrahman bin Al Hasan
Qaadhi (hakim) di Hamdzaan, telah menceritakan kepada kami Ibrahim bin Al
Husain, telah menceritakan kepada kami Adam bin Abi Iyas, telah menceritakan
kepada kami Warqa’ dari Ibnu Abi Najih dari Mujahid dari Ibnu Abbas radhiyallahu
'anhuma tentang firman Allah ‘Azza wa Jalla, “Wahai orang-orang yang
beriman! Janganlah kamu menjadikan musuh-Ku…sampai firman-Nya, “Dan
Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan (ayat ke-3 surah ini).”
Bahwa ayat tersebut turun berkenaan dengan pengiriman surat dari Hathib bin Abi
Balta’ah dan orang yang bersamanya kepada orang-orang kafir Quraisy untuk
memperingatkan mereka. Firman-Nya, “Kecuali perkataan Ibrahim kepada
ayahnya…(ayat ke-4).” Bahwa mereka (kaum muslimin) dilarang mengikuti
permohonan ampun Nabi Ibrahim untuk ayahnya sehingga mereka (kaum muslimin
ikut-ikutan) memohonkan ampunan untuk kaum musyrikin. Firman-Nya, “Ya
Tuhan Kami, janganlah Engkau jadikan kami (sasaran) fitnah bagi orang-orang
kafir.” Maksudnya, janganlah Engkau mengazab kami melalui tangan
mereka dan jangan pula langsung mendapat azab dari sisi-Mu, sehingga mereka
(musuh) berkata, “Kalau sekiranya mereka berada di atas kebenaran, tentu azab
tidak akan menimpa mereka.” (Hakim berkata, “Hadits ini shahih sesuai syarat
Bukhari dan Muslim, namun keduanya tidak meriwayatkan.” Hadits ini didiamkan
oleh Adz Dzahabi. Syaikh Muqbil menjelaskan, bahwa Adam bin Abi Iyas bukan
termasuk para perawi Muslim, sehingga hadits tersebut menurut syarat Bukhari.
Beliau (Syaikh Muqbil) berkata, “Saya berpaling dari hadits Ali yang ada di
Bukhari dan Muslim, karena Al Haafizh dalam Al Fat-h juz 10 hal. 260 berkata, “Susunan
(hadits tersebut) menjelaskan bahwa tambahan ini (dalam hadits Ali) adalah
mudraj (diselipkan oleh seorang rawi), Muslim juga meriwayatkan dari Ishaq bin
Rahawaih dari Sufyan, dan ia menerangkan bahwa pembacaan ayat adalah dari
ucapan Sufyan.” Dari sini diketahui, bahwa kisah tersebut ada dalam
Shahih Bukhari dan Muslim, akan tetapi turunnya ayat dan disebutkannya ayat itu
adalah terputus karena Sufyan termasuk atbaa’uttaabi’in. Demikian pula ayat,
“Laa yanhaakumullah…dst (ayat ke-8).” Disebutkan turunnya ayat dari jalan
Sufyan, maka itu juga termasuk ucapannya sebagaimana dalam Bukhari juz 13 hal.
17, demikian pula dalam Al Adabul Mufrad hal. 23, dan ada riwayat lagi dari
jalan lain di sisi Thayalisi, Abu Ya’la, Ibnu Jarir dan yang lain, namun di
sana terdapat Mush’ab bin Tsabit, ia juga dha’if sebagaimana dalam Al Miizan,
oleh karenanya tidak saya (Syaikh Muqbil) tulis.” Kemudian di catatan kaki
kitab Ash Shahiihul Musnad Syaikh Muqbil berkata, “Kemudian
tampak bagiku kedha’ifan hadits tersebut (hadits Hakim di atas) karena
Abdurrahman bin Al Hasan (hanya) mengaku mendengar dari Ibrahim bin Al Husain,
yaitu Ibnu Daiziil, demikian pula Ibnu Najih tidak mendengar tafsir dari
Mujahid.”)
[2] Banyak
para mufassir rahimahumullah menerangkan, bahwa beberapa ayat
yang mulia ini turun berkenaan dengan kisah Hathib bin Abi Balta’ah, yaitu
ketika Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam hendak menaklukkan Mekah dan
merahasiakan perkara itu, maka Hathib menulis surat tentang maksud Nabi
shallallahu 'alaihi wa sallam tersebut kepada orang-orang kafir Mekah bukan
karena ia sebagai munafik, tetapi karena ia memiliki anak dan keluarga yang
masih musyrik di sana, maka Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam mengambil surat
itu dari wanita yang menerima surat dari Hathib karena pemberitahuan Allah
kepada Beliau, kemudian Beliau mencela Hathib, maka Hathib menyebutkan
alasannya, lalu diterima alasannya itu.
Di dalam ayat ini terdapat larangan
berwala’ (memberikan cinta-kasih) kepada orang-orang kafir, dan bahwa yang
demikian bertentangan dengan keimanan, menyelisihi ajaran Nabi Ibrahim ‘alaihis
salam dan bertentangan dengan akal sehat yang mengharuskan untuk bersikap
hati-hati terhadap musuh.
[3] Yakni
kerjakanlah konsekwensi imanmu berupa memberikan wala’ kepada orang-orang yang
beriman dan memusuhi orang-orang yang menolak beriman, karena sesungguhnya ia
musuh Allah dan musuh kaum mukmin.
[5] Hal
itu, karena kasih sayang apabila terjadi, maka akan diiringi dengan sikap
menolong dan membela.
[6] Bagaimana
seseorang mengambil orang-orang kafir yang menjadi musuhnya sebagai teman
setianya, padahal mereka tidak menginginkan untuknya selain keburukan dan ia
tinggalkan Tuhannya yang menginginkan kebaikan untuk dirinya. Di samping itu,
orang-orang kafir telah ingkar kepada kebenaran yang dibawa kaum mukmin, bahkan
mereka juga telah mengusir rasul dan kaum mukmin dari kampung halaman mereka
tanpa kesalahan apa pun selain karena mereka beriman kepada Allah Tuhan mereka
yang semua makhluk wajib beribadah kepada-Nya karena Dia telah mengurus mereka
dan melimpahkan kepada mereka nikmat-nikmat yang tampak maupun yang
tersembunyi.
[9] Yakni
jika keluarmu dengan maksud berjihad di jalan Allah untuk meninggikan kalimat
Allah dan mencari keridhaan-Nya, maka kerjakanlah konsekwensinya yaitu berwala’
kepada wali-wali Allah dan memusuhi musuh-musuh-Nya; yang demikian merupakan
jihad fii sabilillah dan ia termasuk ibadah yang mendekatkan
diri kepada Allah dan memperoleh keridhaan-Nya.
[10] Yakni
bagaimana kamu memberitahukan secara rahasia (berita-berita Nabi Muhammad
shallallahu 'alaihi wa sallam) kepada orang-orang kafir, karena rasa kasih
sayang kepada mereka padahal kamu mengetahui bahwa Allah Subhaanahu wa Ta'aala
mengetahui apa yang kamu sembunyikan dan apa yang kamu tampakkan. Perkara itu,
meskipun tersembunyi bagi kaum mukmin, namun tidaklah tersembunyi bagi Allah
Subhaanahu wa Ta'aala dan Dia akan memberikan balasan kepada hamba-hamba-Nya
sesuai yang Dia ketahui dari mereka, baik atau buruk.
[11] Yani
memberikan wala’ kepada orang-orang kafir setelah Allah Subhaanahu wa Ta'aala
memperingatkannya.
[12] Hal
itu, karena dia telah menempuh jalan yang menyelisihi syara’, akal dan jalan
manusia sejati.
2. [13]Jika mereka
menangkapmu, niscaya mereka bertindak sebagai musuh bagimu lalu melepaskan
tangan[14] dan lidahnya
kepadamu[15] untuk
menyakiti dan mereka ingin agar kamu (kembali) kafir[16].
[13] Selanjutnya
Allah Subhaanahu wa Ta'aala menerangkan betapa besarnya permusuhan mereka untuk
mendorong kaum mukmin memusuhi mereka.
3.
Kaum kerabatmu dan anak-anakmu[17] tidak akan
bermanfaat bagimu pada hari Kiamat[18]. Dia akan
memisahkan antara kamu[19]. Dan Allah Maha
Melihat apa yang kamu kerjakan[20].
[17] Yang
masih musyrik.
[20] Oleh
karena itu, Dia memperingatkan kamu untuk tidak berwala’ kepada orang-orang
kafir, dimana berwala’ kepada mereka dapat memberikan madharrat (kerugian)
kepadamu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar