Berwudhu zahir dan “wudhu batin” ketika masuk waktu sholat. Berdiri dengan penuh kewaspadaan dan dibayangkan Allah ada di ‘hadapan’ kita, surga di sebelah kanan kita, neraka di sebelah kiri kita, malaikat maut berada di belakang kita, dan dibayangkan pula bahwa kita seolah-olah berdiri di atas titian 'Shiratul Mustaqim' dan kita menganggap bahwa sholat kali ini adalah solat terakhir kita, kemudian kita berniat dan bertakbir dengan baik.
Setiap bacaan dan doa dipahami maknanya, kemudian kita ruku' dan sujud dengan tawadhu', kita bertasyahud dengan penuh pengharapan, dan kita memberi salam dengan ikhlas.
(diambil dari intisari 1001 Kisah Teladan)
*catatan: cara shalat tersebut adalah cara shalat Hatim Al Asham (wafat 237 H, la murid dari Syaqiq dan guru dari Ahmad bin Khadhrawaih, ia masuk dalam tokoh besar/kisah teladan, seorang Isam bin Yusuf ahli ibadah yang sangat wara’ dan sangat khusyu shalatnya saja ketika mengetahui cara shalat Hatim Al Asham ia tercengang dan menangislah dia kerana membayangkan ibadahnya yang kurang baik, bagaimana dengan kita?!)
MODIFIKASI:
Teknik di atas akan kita kembangkan lagi, namun insyaa Allah
menjadi lebih
mudah,
apalagi
memang tidak mudah jika
setiap kita sholat menganggap itu adalah sholat terakhir kita:
Sebagai langkah awal, perlu kita pahami dahulu makna khusyu’ yang sebenarnya. Khusyu'' kurang tepat bila diartikan dengan ‘konsentrasi’. Khusyu di dalam Al-Quran dimaknai yaitu “YAKIN AKAN MENEMUI TUHANNYA & AKAN MEMPERTANGGUNGJAWABKAN SEMUANYA”.
“Dan mintalah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan (mengerjakan) shalat. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu’, (YAITU) orang-orang yang meyakini, bahwa mereka akan menemui Tuhannya, dan bahwa mereka akan kembali kepada-Nya.” (Q.S. Al-Baqarah: 45-46)
Jika kita bersedia merenungi, dengan ayat ini pun kiranya sudah cukup dapat menjadikan seseorang khusyu’ dalam shalat. Karena yang digunakan adalah kalimat “yakin akan menemui Tuhan”, hal ini berkaitan erat dengan kehidupan setelah mati. Makanya, “tingkat khusyu’ seseorang BERBANDING LURUS dengan tingkat pengetahuan dan kefahamannya terhadap perjalanan/gambaran hidup sesudah mati”.
*Sehingga sebelum mempelajari ilmu-ilmu lainnya, hendaklah kita prioritaskan memiliki (mempelajari) buku yang khusus membahas tentang kehidupan setelah mati, dan akan lebih baik lagi bila kita menyisihkan uang khusus untuk membeli buku tentang kehidupan di alam kubur, buku tentang petaka Padang Mahsyar, tentang keagungan surga, maupun buku tentang misteri dahsyatnya neraka. Bukankah tugas utama Rasul ialah menyampaikan kabar gembira (surga) dan memberi peringatan (petaka akhirat)? [Q.S. 2:213, 4:165, 6:48, 11:2, 25:56, 33:45, 46:12, dll] Dan bukankah kita semua pada finalnya PASTI akan berada di alam kekekalan? Maka sudah seharusnya kita mempelajarinya sebagai persiapan menghadapinya.
Oleh karenanya, lebih lanjut, cara paling ampuh untuk khusyu’ dalam shalat adalah mengaitkannya dengan beberapa gambaran/suasana alam akhirat (Hari Pembalasan):
- Allah yang Maha Besar berada ‘dekat’ di hadapan kita dengan sudut elevasi +/- 30º.
- Surga berada ‘sangat jauh’ di hadapan kita sekitar perjalanan 70.000 tahun perjalanan. (semakin jauh agar kita semakin berusaha mengejarnya dengan semakin khusyu’)
- Kita sholat seolah berada pada sebuah alas/permadani/awan dimana ‘dekat’ di bawah kita adalah Neraka Jahannam. (atau seperti lapisan es tipis di kutub bumi, dimana kita dapat mudah terperosok jatuh, dimana dalam riwayat disebutkan bahwa api neraka yang sebesar SEMUT KECIL yang telah dibasuh 70 KALI saja dapat menghancurluluhkan GUNUNG, lantas apa jadinya dengan manusia?!)
- Malaikat Raqib (pencatat kebaikan) berada 3 meter di sebelah kanan kita.
- Malaikat ‘Atid (pencatat keburukan) berada 3 meter di sebelah kiri kita.
- Malaikat Pencabut Nyawa sudah siap 3 meter berada di belakang kita.
[Dan
kita pun harus ‘mewajibkan diri’ untuk memahami setiap bacaan (kalimat) sholat
dari doa iftitah sampai dengan salam, kecuali surat-suratan semampu kita.
Setiap bibir melafazkan bacaan, hati bersamaan melafazkan makna/kandungan
(makna ‘tidak sama’ dg arti)]
----------------------------------
Kita
menyadari, memang tidak mudah untuk khusyu’ secara konstan dari takbir sampai
dengan salam, tips berikut dapat meningkatkan (menge-charge) kembali tingkat khusyu’ kita saat merasa lalai:
Total Memory Technique:
Sudah menjadi wacana
umum bahwa otak kiri manusia berperan
dalam tulisan/hafalan sedangkan otak
kanan untuk imaginasi/visualisasi/kreativitas. Jangan
gunakan seluruh bagian otak (pikiran) kita untuk visualisasi suasana di atas.
Gunakan otak kiri dan hati untuk melafazkan makna; gunakan otak kanan untuk
visualisasi. Namun, persentasenya lebih diutamakan pada otak kiri (memahami lafaz
yang dibaca). Persentase penggunaan otak kanan lebih dikurangi lagi dengan
cukup menghafal 2 penjuru:
- Penjuru arah mata (bawah, depan); seketika itu ingat neraka, surga, dan Rabb*.
*Sesuai Q.S. Al-Baqarah: 45-46 yang telah disebutkan di atas, maka penjuru ini (terutama Rabb) adalah yang paling dikuatkan.
- Penjuru samping (kanan, kiri, belakang); seketika itu ingat 3 Malaikat.
Setelah
agak terbiasa, setiap penjuru dapat kita
ingat dalam 1 detik: 2 detik untuk 2 penjuru. Dan setelah kita terbiasa
dan menguasainya,
cukup hanya 1 detik saja untuk
visualisasi semuanya.
Khusus sebelum bertakbir, gunakan 100%
bagian otak kanan saja untuk visualisasi. Dan khusus detik-detik saat tidak
melafazkan bacaan, persentase diubah menjadi lebih besar untuk otak kanan
(visualisasi). Selanjutnya, tetap fokus pada makna bacaan, namun diiringi dengan
visualisasi atau suasana seperti yang telah dijelaskan di atas.
Jika kita menerapkannya dengan sungguh-sungguh, dan
mencoba menerapkannya mulai dari sekarang, tingkat
khusyu’ kita akan jauh meningkat, PASTI... (insyaa Allah)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar