Jumat, 17 Juni 2011

JANGAN TERLALU YAKIN KITA TERBEBAS DARI NERAKA (Bagian 2; Inti)

Lanjutan dari tulisan sebelumnya: JANGAN TERLALU YAKIN KITA TERBEBAS DARI NERAKA (Bagian 1)

-Muhasabah-


Nabi Musa AS suatu hari sedang berjalan-jalan melihat keadaan umatnya. Nabi Musa AS melihat seseorang sedang beribadah. Umur orang itu lebih dari 500 tahun. Orang itu adalah seorang yang ahli ibadah. Nabi Musa AS kemudian menyapa dan mendekatinya. Setelah berbicara sejenak ahli ibadah itu bertanya kepada Nabi Musa AS, “Wahai Musa AS aku telah beribadah kepada Allah SWT selama 350 tahun ‘tanpa’ melakukan perbuatan dosa. Di manakah Allah SWT akan meletakkanku di Surga-Nya? Tolong sampaikan pertanyaanku ini kepada Allah”. Nabi Musa AS mengabulkan permintaan orang itu. Nabi Musa AS kemudian bermunajat memohon kepada Allah SWT agar Allah SWT memberitahukan kepadanya di mana umatnya ini akan ditempatkan di akhirat kelak. Allah SWT berfirman, "Wahai Musa (AS) sampaikanlah kepadanya bahwa Aku akan meletakkannya di dasar neraka-Ku yang paling dalam". Nabi Musa AS kemudian mengabarkan kepada orang tersebut apa yang telah difirmankan Allah SWT kepadanya. Ahli ibadah itu terkejut. Dengan perasaan sedih ia beranjak dari hadapan Nabi Musa AS....

(diambil bagian dari 1001 Kisah Teladan)

Hikmah:

Ahli ibadah 350 tahun namun akan diletakkan Allah di neraka? Sungguh sulit dibayangkan. Meskipun pada akhir kisah ‘karena’ suatu sikap dan perbuatannya, Allah kagum dan kemudian berfirman akan menempatkannya di surga yang tinggi. Oleh karenanya, kita sebagai umat muslim harus berhati-hati dan waspada dan menjauhkan diri dari sifat ujub (bangga diri) meskipun sebanyak apapun amalan yang telah dilakukan dan seshalih apapun ia. Hal ini menunjukkan juga bahwa meskipun banyaknya amalan yang dilakukan seseorang belum tentu ia mendapatkan rahmat Allah.

Sesungguhnya Abu Hurairah berkata, ia mendengar Rasulullah saw. bersabda, “Amal seseorang tidak akan memasukkan seseorang ke dalam surga.” “Engkau juga tidak wahai Rasulullah?”, tanya sahabat. Beliau menjawab, “Aku pun tidak. Itu semua hanyalah karena karunia dan rahmat Allah.” (H.R. Bukhari dan Muslim)

Para ulama menjelaskan hadits di atas yaitu bahwa seorang tidak bisa membayar (menebus) surga Allah hanya dengan amal perbuatannya. Karena amalannya terdapat kekurangan, sementara surga Allah terlalu sempurna dan terlalu agung untuk menjadi balasannya. Hanya dengan rahmat Allah saja seorang bisa tinggal abadi di surga-Nya yang luas.

Penjelasan yang perlu digarisbawahi adalah dalam beberapa ayat Al-Quran dijelaskan bahwa rahmat Allah hanya dapat diperoleh dengan beribadah dan beramal shalih. Meskipun ada juga pendapat yang menyatakan bahwa seseorang dapat melakukan amal shalih adalah juga karena hidayah dan rahmat Allah. Allah menetapkan segala sesuatu dengan sebab dan akibat. Disamping itu, yang perlu digarisbawahi selanjutnya adalah dalam beberapa dalil yang shahih juga dijelaskan bahwa amalan lah yang akan menentukan tinggi rendahnya tingkatan surga. Dengan demikian, rahmat Allah dan amal shalih merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan dan keduanya harus kita upayakan semaksimal mungkin.

Persoalannya adalah kita tidak tahu amalan yang mana yang menjadikan Allah ridha kepada kita sehingga mencurahkan rahmat-Nya??

Oleh karena itu, rumusan berikut akan terus menyemangati kita semua untuk menyiapkan ‘bekal’ akhirat dan amalan-amalan ikhlas terbaik yang akan mengundang datangnya rahmat Allah. Jangan terlalu yakin kita terbebas dari azab neraka, yang menjadi renungan adalah:

1.   Muhasabah seberapa banyak dosa kita?
(Manusia akhir zaman seperti kita ini tentulah banyak dosanya, baik yang “tidak” kita sadari maupun yang disadari. Bahkan tidak jarang ‘diam’ kita pun berdosa/menggoreskan luka pada hati seseorang karena dianggap tidak peduli. Diamnya kita pun kadang masih berprasangka buruk. Makna diam di sini dapat berarti diamnya mulut, tangan, sifat, sikap, tubuh [tindakan], atau kombinasinya. Maka akan sebanyak apalagi dosa dengan ‘tidak diam’-nya kita?!)

2.   Jika kita merasa pahala > dosa, seberapa ikhlas dan murnikah amal kita?
(Cukup jelas, namun perlu kita renungkan bahwa “kita bilang/merasa kita ikhlas belum tentu ikhlas di sisi Allah”.)

3.   Jika kita pun yakin merasa sudah ikhlas, adakah perbuatan kita yang menghalangi sampainya amal kepada-Nya?
(contoh: Hadits menyatakan bahwa selama 40 hari amal-amalan kebaikan akan tertolak hanya karena ada sesuap makanan haram masuk ke perut seseorang.)
(Perhatikan hal ini: “Para shahabat yang mulia dan para tabi’in yang agung. Mereka melakukan apa yang telah dilakukan para pendahulu mereka, tetapi hati mereka merasa KHAWATIR jika ibadah mereka tidak diterima.” Maka selanjutnya berhati-hatilah bahwa ada banyak hal-hal yang menyebabkan amal kita tidak sampai kepada Allah.)

4.   Jika kita merasa sudah ikhlas dan yakin tidak ada perbuatan kita yang menghalangi sampainya amal kepada Allah, maka seberapa banyak orang yang pernah sakit hati/tersinggung karena kita dan tidak seratus persen memaafkan kita?
(contoh: hadits yang shahih telah menjelaskan bahwa jika seseorang berbuat zalim demikian; pada hari Kiamat kebaikan/pahalanya akan diberikan kepada orang ini dan itu. Jika kebaikannya sudah habis, kesalahan/dosa orang yang disakiti akan ditimpakan balik kepadanya. “Sungguh sial dan merugi”. Hingga disebut dalam hadits lain bahwa makhluk yang pailit dan paling sial sejagad raya adalah orang yang masuk surga, namun karena kedzalimannya terlampau banyak (over) ia dilempar ke neraka! Itu namanya ‘sial di atas sial di antara orang-orang sial’)

5.   Kita semua pasti sudah berhenti di poin nomor empat atau sebelum itu.
Nabi saw. bersabda, "Sesungguhnya ada diantara kalian seseorang yang melakukan perbuatan orang penguhi Surga, sehingga jarak antara dia dengan Surga tinggal sehasta, tetapi ketentuan (Allah) telah mendahuluinya; maka dia pun melakukan (di penghujung hayatnya) perbuatan orang penghuni neraka lalu dia memasukinya. Dan sesungguhnya ada di antara kalian seseorang yang melakukan perbuatan orang penghuni neraka, sehingga jarak antara dia dengan neraka tinggal sehasta, tetapi ketentuan (Allah) telah mendahuluinya; maka dia melakukan (di penghujung hayatnya) perbuatan orang penguhi Surga lalu dia memasukinya." (H.R. Al-Bukhari dan Muslim)
Maka, untuk poin terakhir ini, jadikanlah ia untuk selalu memohon husnul khatimah dengan penuh pengharapan, perbanyak istighfar usai mengerjakan shalat maupun di luar shalat, jaga dan perbarui iman kita dengan dzikir, serta tidak pernah merasa puas apalagi bangga diri terhadap semua amal yang telah kita lakukan.
Simpulan:

Tentunya selain kita memiliki dosa kepada Allah, kita pasti punya kesalahan terhadap orang lain. Apakah ada jaminan mereka memaafkan kita meskipun kita sudah minta maaf? Tidak ada pula jaminan pasti untuk kita terbebas dari siksa neraka. Oleh karena itu, teruslah “cari amal dan bekal sebanyak-banyaknyadengan memperhatikan poin 1-5, paling tidak untuk menebus dosa-dosa kita.

“Sesungguhnya perbuatan-perbuatan yang baik itu menghapuskan (dosa) perbuatan-perbuatan yang buruk.” (Q.S. Huud: 114)


-untuk memotivasi amal, muhasabah, dan kehati-hatian demi perbaikan kualitas amal-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar